
Menyimak jalannya Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia (RI) Susilo Bambang Yudhoyono di depan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rangka Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-64, Jum'at (14/8), ada sedikit keganjilan.
Rapat yang dihadiri sekitar 395 anggota DPR itu tidak terdengar lagu kebangsaan kita di awal rapat. Pemimpin Sidang, Agung Laksono, setelah membuka langsung memerintahkan para hadirin untuk melaksanakan doa. Sontak, hal itu membuat anggota DPR lainnya meradang dan menghujani interupsi ke Agung.
Simbol kedaulatan negara itu baru diperdengarkan di akhir acara setelah ada anggota DPR yang interupsi, dan kemudian diikuti perintah dari Pimpinan Sidang untuk menyanyikan Indonesia Raya.
Entah lupa ataukah kecelakaan, sehingga momen kenegaraan itu seolah ajang lucu-lucuan. Ya, karena rapat paripurna itu merupakan agenda rutin kenegaraan dan begitu formal. Namun, mengapa pemimpin sidang tidak mengagendakan acara menyanyikan lagu Indonesia Raya?
Anehnya pula, ketika hal ini menyeruak, terkesan saling lempar diantara pemimpin sidang Agung Laksono dan Sekretariat DPR.
Tanpa memperpanjang tontonan ini, penulis berusaha untuk mencari sebab mengapa mereka begitu enteng menanggapi 'kesalahan' besar itu. Mengapa 'kesalahan'? Bukankah aturan tegasnya tak tersurat.
Sebagai bangsa besar, tentunya hal itu tidak boleh dianggap sepele. Jangan sampai lagu Indonesia Raya dipersamakan dengan lagu-lagu cengeng baik yang dilontarkan penyanyi kita ataupun petinngi negeri ini.
Bila hal itu dibiarkan dan dianggap angin lalu, bisa jadi generasi mendatang sudah mulai melupakan lagu Indonesia Raya.
Simak saja perkembangan anak-anak di lingkungan kita. Mereka lebih menghafal lagu cengeng dari artis-artis masa kini ketimbang lagu perjuangan maupun lagu nasional. Ini tentu mengkhawatirkan. Sudah demikian parahkah kondisi bangsa ini?
Peristiwa bersejarah bagi bangsa dan negara kita sudah mulai terdengar sayup-sayup. Hari besar nasional yang dahulu terasar gregetnya, kini tidak lagi.
Hal itu ditambah sudah mulai jarang sekolah maupun kantor melaksanakan upacara bendera. Padahal, dahulu, sebelum reformasi bergulir, upacara bendera dilaksanakan tiap hari Senin.
Mengingat berbagai perkembangan terakhir itu, tentu miris hati ini menyimak fenomena lupa di kalangan DPR ataupun Sekretariat Jenderal DPR untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya di saat-saat terpenting bagi bangsa dan negara ini.
Melalui tulisan ini, sengaja saya berusaha untuk mengajak pembaca agar jangan ragu apalagi malu untuk menjadi warga negara Indonesia. Bila semua sudah berjalan pada traknya, tentu kejadian-kejadian seperti yang terjadi di Rapat Paripurna DPR Ri.
Akankah kita bisa? Kita tunggu saja. (KP)
0 komentar:
Post a Comment