Home »
» Gizi Buruk Masih Menghantui
Gizi Buruk Masih Menghantui
Written By REDAKTUR on 13 March 2012 | 5:45 PM
Meski pemerintah telah gencar menanggulangi malnutrisi atau gizi buruk, namun ada saja daerah yang jumlah balita penderita gizi buruk meningkat. Sebagaimana dilansir inilah.com (14/3), angka gizi buruk di Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) terus meningkat.
Data dari Puskesmas Oesao menyebutkan ada sekitar 54 penderita malnutrisi pada tahun 2011 yang terdapat di lima desa yakni Desa Tuapukan,Tanah Merah,Tanah Putih, Merdeka,Tuatuka, dan Naibonat.
Namun, terdapat dua desa yang penderita malnutrisinya meningkat yakni Desa Naibonat 15 anak dan Desa Merdeka terdapat 15 anak penderita gizi buruk, sedangkan empat desa lainnya masih tujuh anak. Berarti ada peningkatan sebesar 4 anak dalam kurun waktu beberapa bulan saja. Hal ini diungkapkan oleh salah satu tenaga pengelola gizi di Puskesmas Oesao, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). "Sedangkan desa lain masing-masing hanya tujuh orang anak saja," ungkap Vebry Lima, tenaga pengelolah gizi Puskesmas Oesao yang ditemui RND di ruangker janya, Selasa (13/3) kemarin.
Menurutnya, hal yang mempengaruhi adanya peningkatan gizi buruk di wilayah ini karena masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam memperhatikan pola asupan makanan dari para bayi/balita. "Rata-rata sebagian masyarakat di wilayah ini adalah petani,sehingga mereka lebih banyak menitipkan anak mereka untuk diasuh oleh nenek. Sehingga asupan gizi anak kurang diperhatikan. Selain itu masih banyak juga masyarakat yang tidak memiliki keinginan untuk membawah anak mereka ke Puskemas saat mengalami kekurangan gizi, sehingga berpengaruh pada daya tahan akan anak itu," kata Vebry.
Ia mengungkapkan, dengan angka yang terus meningkat itu, pihak Dinas Kesahatan Kabupaten Kupang melalui Puskesmas, tengah melakukan langkah penanganan dengan menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2011, untuk melakukan pemberian makan tambahan (PMT) pemulihan selama 90 hari bagi para bayi/balita di desa yang rawan terjadi gizi buruk di Posyandu. "Pemberian makanan tambahan ini lebih banyak dilakukan di Posyandu, karena penderita gizi buruk ini lebih banyak diketahui saat penimbangan di Posyandu," katanya.
Selain itu,lanjut Vebry, dalam penanganan ini pihak Puskesmas bersama kader Posyandu terus melakukan penyuluhan bagi para peserta Posyandu saat kegiatan Posyandu, dan juga dengan cara mengunjungi dan memonitornya. Untuk itu pihaknya berharap peran serta orang tua sang balita. Khususnya, segera melaporkan ke petugas kesehatan jika mengetahui adanya tanda-tanda pada anak balitanya.
Malnutrisi di Sukabumi
Sementara itu, fenomena malnutrisi juga terjadi di belahan bumi lain di nusantara tercinta ini. Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat jumlah balita penderita gizi buruk mencapai 15.800 balita.
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi menyebutkan, total jumlah balita mencapai sekitar 200 ribu balita. Dari jumlah tersebut sebesar 7,9 persen di antaranya mengalami kurang gizi.
Rinciannya sebanyak 7 persen merupakan balita gizi kurang. Sementara sisanya 0,9 persen merupakan balita sangat kurang gizi.
"Besarnya angka gizi kurang dipengaruhi buruknya pola asuh ibu," terang Kepala Seksi Gizi, Dinkes Kabupaten Sukabumi, Dani Sujata, kepada Republika, Senin (6/2).
Pasalnya, banyak balita yang pengasuhannya diserahkan kepada orang lain. Akibatnya, pemberian air susu ibu (ASI) ekslusif untuk balita tidak bisa maksimal. Padahal, pemberian ASI sangat penting untuk perkembangan kesehatan balita.
Bahkan data Dinkes menerangkan, pemberian ASI ekslusif yang dilakukan ibu wajib menyusui masih rendah. Angka pemakaian ASI ekslusif masih di bawah 50 persen dari jumlah ibu wajib menyusui.
Selain pola asuh yang salah, pengaruh himpitan ekonomi juga menjadi penyebab balita gizi kurang. Hal ini disebabkan asupan gizi balita kurang diperhatikan karena masalah kemiskinan.
Di samping kategori kurang gizi, Dinkes juga memetakan ada sekitar 3,82 persen balita ( setara dengan 7.640 balita) di Sukabumi yang kondisi badannya kurus dan sangat kurus. Rinciannya, sebanyak 0,39 persen balita sangat kurus dan sisanya 3,43 persen balita kurus.
Untuk menekan angka balita gizi kurang, Dinkes telah melakukan sejumlah langkah intervensi. Di antaranya dengan memberikan penyuluhan dan pemulihan kondisi balita. "Upaya pemberian makanan tambahan (PMT) terus digalakan," imbuh Dani.
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Post a Comment