Home »
» ICW : Dana BOS Triwulan I/2012 Sudah Bocor 10 Persen
ICW : Dana BOS Triwulan I/2012 Sudah Bocor 10 Persen
Written By REDAKTUR on 04 March 2012 | 7:44 PM
Dana BOS SD triwulan 1/2012 ditenggarai mengalami kebocoran dimana-mana. Hal tersebut terjadi karena sekolah diminta menyetor, dipaksa memberi sumbangan, atau membeli barang dan jasa yang telah diatur oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Kanwil Kemenag.
Berdasarkan hasi investigasi oleh GGW (Garut Government Watch), KMRT (Koalisi Mahasiswa Rakyat Tasikmalaya) dan ICW (Indonesia Corruption Watch) kepala sekolah atau kepala madrasah diminta “menyetor” dana BOS berkisar rata-rata antara Rp 5 ribu sampai Rp 15 ribu per murid per bulan. Jika sekolah menyetor dengan nilai terendah maka hal tersebut berarti sama dengan 10 persen dari total dana BOS yang berhak diterima seorang murid SD selama sebulan. Persentase ini meningkat manakala jumlah setoran tersebut lebih dari Rp 5 ribu/murid/bulan.
Setoran ini dilakukan melalui UPT (Unit Pelaksana Teknis) Dinas Pendidikan tingkat kecamatan, KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) atau KKKM (Kelompok Kerja Kepala Madrasah). Sebagaimana diketahui bahwa kepala sekolah selalu melakukan pertemuan rutin bulanan di UPTD kecamatan atau pertemuan rutin KKKM untuk kepala madrasah. Pembayaran bisa dalam bentuk tunai, pemotongan gaji kepala sekolah di UPT kecamatan dan kemudian dibayar dengan dana BOS, mark up harga pengadaan barang dan jasa sekolah atau kegiatan lain yang wajib dibayar oleh pihak sekolah.
Berdasarkan pengakuan beberapa kepala sekolah penerima dana BOS di Garut dan Tasikmalaya, mereka diminta untuk memberikan sumbangan iuran KKKS atau gugus, dana taktis materai, bangunan kantor dan operasional UPTD kecamatan, gedung olah raga PGRI, akreditasi, pemeriksaan atau jamuan tamu, transportasi pejabata UPTD, dan infaq dana sosial. Pungutan ini merupakan hal yang dilarang dalam juknis dana BOS.
Perubahan Mekanisme Penyaluran Tidak Mengubah Kualitas Tata Kelola BOS
Mekanisme penyaluran dana BOS tahun 2012 memang telah berubah dari tahun sebelumnya. Dana BOS 2012 tidak lagi disalurkan melalui kas daerah yang terbukti mengakibatkan keterlambatan pencairan dana BOS di sebagian besar kabupaten/kota seluruh Indonesia. Dana BOS 2012 disalurkan langsung dari Kas Provinsi ke rekening sekolah. Akhirnya, dana BOS bisa sampai lebih cepat masuk ke rekening sekolah dibanding tahun sebelumnya.
Meski kecepatan penyaluran lebih tinggi dari sebelumnya dana BOS 2012 justru semakin rawan diselewengkan. Mengapa ? Ada dua faktor yang menyebabkan meningkatnya penyelewengan dana BOS. Pertama adanya peningkatan jumlah dana BOS yang diterima oleh pihak sekolah. Pada tahun 2011, sekolah dasar menerima dana BOS sebesar Rp 397 ribu/murid. Nilai tersebut meningkat menjadi Rp 580 ribu/murid tahun 2012. Jumlah dana BOS selanjutnya dikalikan dengan jumlah murid yang terdapat disekolah tersebut. Semakin banyak jumlah murid maka semakin besar pula dana BOS yang diterima. Sebaliknya, semakin kecil jumlah murid maka semakin kecil pula dana BOS yang diterima dalam tahun tersebut.
Kedua, tidak ada perubahan kualitas tata kelola (governance) sekolah terutama aspek transparansi, akuntabilitas dan partisipasi. Hal tersebut terlihat dari juknis (Petunjuk Teknis) dana BOS 2012 yang dikeluarkan Kemendikbud. Pengelolaan dana BOS sama dengan tahun sebelumnya dan tidak ada perubahan signifikan.
Berdasarkan pengakuan Kasi Kurikulum Dinas Pendidikan Kabupaten Serang terungkap bahwa pihak sekolah ternyata belum menyusun APBS tahun 2012 . Padahal dana BOS telah turun sejak januari 2012. Hanya 20 persen SD penerima dana BOS yang memiliki dan mengesahkan APBS dan sementara sisanya belum memiliki APBS sama sekali. Hal ini jelas bertentangan dengan juknis dana BOS karena sekolah wajib menyusun dan mengesahkan APBS sebelum membelanjakan dana BOS. Bagaimana sekolah sudah bisa membelanjakan dana BOS sementara acuan belanja (APBS) belum ada ?
Hal ini jelas sangat mengkhawatirkan karena karena pihak sekolah rawan membelanjakan dana BOS tidak sesuai peruntukannya. Hal ini menurut ICW jelas pelanggaran serius atas juknis dana BOS dan memicu penyelewengan dana BOS lebih besar lagi.
Manipulasi SPJ Dana BOS
Lebih lanjut ICW menengarai, ada indikasi kepala sekolah membuat pembukuan ganda atas pengelolaan keuangan sekolah. Yang satu buku untuk kepentingan audit dan buku satu lagi pembukuan yang sebenarnya, seperti laporan keuangan yang di dalamnya termasuk untuk peruntukan setoran seperti di atas.
Praktik seperti ini luput dari pemeriksaan Inspektorat, BPKP, dan BPK, karena mereka hanya memeriksa klaporan pertanggungjawaban yang telah disiapkan dan tidak menerima pembukuan belanja sekolah yang sebenarnya. Kepala sekolah juga tidak berani melawan atau menghindar atas pungutan tersebut karena mereka takut untuk dimutasi.
Dalam pengelolaan BOS tahun 2012 ini juga sangat rawan dikorupsi karena tidak ada pihak berwenang yang memverifikasi SPJ sekolah. Dana BOS tetap cair tanpa ada SPJ. Tahun 2011 tahap verifikasi ada di pihak dinas pendidikan tingkat kabupaten.
Terkait indikasi adanya penyelewenangan dana BOS tersebut, KMRT, G2W dan ICW berpandangan, Permendiknas No. 54 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS 2012 harus direvisi. Lebih lanjut mereka merekomendasikan agar petunjuk teknis dana BOS harus memasukkan kewajiban sekolah untuk menyusun rencana dan belanja (RAB) sekolah bersama pemangku kepentingan sekolah seperti Dewan Guru, Komite Sekolah, orang tua murid, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat sekitar sekolah. Hal ini penting agar warga sekolah mengetahui dan memahami detail kebutuhan dan rencana belanja sekolah sekaligus memahami aturan dan kebijakan pemerintah dalam penganggaran sekolah terutama dana BOS.
Disamping itu, Kemendikbud harus merevisi SOP (Standar Operasional Prosedur) pengelolaan keuangan sekolah seperti: syarat pencairan dana BOS di bank, siapa yang bertanggung jawab dalam pembelanjaan atau pengadaan barang dan jasa, serta mekanisme pertanggungjawaban keuangan dana BOS.
ICW, G2W, dan KMRT juga berpandangan agar revisi petunjuk teknis BOS juga mengatur apsek transparansi di mana semua warga sekolah dan masyarakat diberikan akses seluas-luasnya untuk mencermati APBS (Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) dan belanja secara detail serta kewajaran bukti-bukti belanja dalam SPJ (Surat Pertanggung Jawaban).
Mereka juga mengharapkan agar Kemendikbud, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyediakan alokasi anggaran untuk memberikan bantuan teknis bagi sekolah dalam perencanaan, penanggaran dan pengelolaan keuangan sekolah. Selama ini bantuan teknis tersebut hanya bersifat seremonial untuk menghabiskan anggaran. Akan tetapi, bantuan teknis tersebut haruslah memberdayakan komite sekolah, masyarakat, orang tua murid, dewan guru untuk menguasai perencanaan, penanggaran dan pengelolaan keuangan sekolah.
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Post a Comment