Random Post

.
Home » » Kembali, Spekulan Gas LPG Berulah

Kembali, Spekulan Gas LPG Berulah

Written By REDAKTUR on 11 December 2008 | 12:40 AM


Sudah tiga hari ini tabung gas elpiji (LPG) terutama yang tiga kilogram sulit didapat. Seolah mereka menghilang dari peredaran. Di toko-toko pengecer yang biasanya begitu berjibun, kini kosong. "Belum dikirim lagi," demikian kata Ny.Sri, pemilik toko kelontong di bilangan Tembalang, Semarang, Jawa Tengah.

Kondisi serupa juga terlihat di beberapa subdaeler agen gas elpiji di kawasan Barito dan Sampangan, Kota Semarang, Kamis (11/12). Ketika ditanya kemana perginya si hijau kesayangan ibu rumah tangga, para subdealer itu menyatakan, pasokan gas elpiji pada tabung ukuran tiga kilogram sampai saat ini masih tersendat.

"Padahal sudah banyak ibu rumah tangga yang mendatangi tempat kami untuk membeli gas dalam tabung ukuran 3 kg. Namun, karena pasokan dari stasiun pengisian gas di Kota Semarang kosong mereka jadi kecewa," kata Marsono, penjual gas elpiji di kawasan Sampangan.

Ia tidak dapat berbuat banyak karena situasinya memang demikian, apalagi minyak tanah di kota ini juga sudah semakin susah dicari.

Menurut dia, kini sudah banyak ibu rumah tangga yang menggunakan gas elpiji untuk tabung ukuran 3 kg.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Mustofa, subdaeler dari kawasan Barito, Semarang bahwa gas elpiji ukuran kecil (tabung ukuran 3 kg) susah di cari.

Mengenai gas elpiji dalam tabung ukuran 3 Kg dijual dengan harga Rp18 ribu/tabung dan ukuran 12 kg sebesar Rp73 ribu hingga Rp78 ribu/tabung.

Beberapa warga di wilayah Karangkimpul, dan Cilosari Dalam Kota Semarang juga kesulitan memperoleh gas elpiji dfalam tabung ukuran 3 kg.

Perawatan Kilang Dipertanyakan
Perawatan berkala di Kilang Balongan dan rusaknya Kilang Cilacap yang selama ini menjadi tempat pengolahan elpiji membuat pasokan ke masyarakat tersendat. Hal tersebut diakui PT Pertamina (Persero) yang mengantisipasinya dengan menambah pembelian dalam negeri dari lapangan Belanak, Blok Natuna serta menambah impor.

Direktur Utama Pertamina Ari Hernanto Soemarno menjelaskan, terganggunya fasilitas LPG Recovery atau tempat produksi elpiji di Kilang Cilacap plus tidak beroperasinya Kilang Balongan selama satu minggu terakhir membuat beban produksi kilang Tanjung Priok dan Eretan bertambah. Jika tak meleset, kilang Balongan sendiri diperkirakan baru bisa beroperasi lagi pada 17 Desember nanti.

"Akibatnya pasokan elpiji terganggu. Tapi pasokan sudah kita amankan. Kita juga sudah ambil tambahan dari Lapangan Belanak, Natuna dan menambah impor. Makanya sekarang diharapkan sudah tidak ada lagi masalah," ujar Ari, Rabu (10/12).

Menurut Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Faisal, tambahan pembelian elpiji dari Natuna sebanyak 40.000 ton sedangkan impor sebanyak 20.000 ton. Sehingga saat ini Pertamina sudah memiliki cadangan elpiji sebesar 60.000 ton.

Deregulasi Elpiji
Pemerintah akan mengatur kembali (deregulasi) harga jual elpiji 12 kilogram (kg) dan 50 kg. Deregulasi itu dilakukan agar harga jual elpiji bisa mengikuti harga pasar. Dengan demikian, ada kemungkinan harga gas bisa diturunkan seiring dengan penurunan harga gas metane dan butane saat ini.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Energi, Sumber Daya Mineral dan Kehutanan Wimpy S Tjejep menegaskan, harga jual elpiji 12 kg dan 50 kg akan mengikuti mekanisme pasar. “Agar Pertamina mau menurunkan harga jual, maka pemerintah akan melakukan pengaturan kembali,” jelasnya. Pengaturan itu, lanjutnya, hanya dilakukan untuk elpiji 12 kg dan 50 kg. Sementara, untuk ukuran 3 kg tidak akan ada perubahan.

"Pada saat Pertamina mau menaikkan harga elpiji Rp 5OO per bulan, pemerintah juga menolak. Masa sekarang tidak bisa menurunkan," kata Wimpy di Jakarta, Selasa (11/11) kemarin. Oleh karenanya, pemerintah akan meminta Pertamina untuk melepas harga jual gas elpiji non subsidi jika harga jual gas tidak lagi mahal.

Sayang, Wimpy belum mau menyebutkan perkiraan seberapa besar kemungkinan penurunan yang ada. Yang pasti, menurutnya, Pertamina lah yang mempunyai perhitungan berapa besar penurunan bisa dilaksanakan. "Penjualan elpiji dilakukan monopoli Pertamina sehingga perlu diregulasi. Kalau elpiji dipasarkan bebas, maka tidak perlu lagi adanya regulasi pemerintah itu," katanya.


Harusnya Harga Elpiji Turun
Ada pekerjaan rumah lanjutan buat pemerintah. Setelah menurunkan harga Premium bersubsidi Rp 500 per liter mulai 1 Desember 2008, kini saatnya pemerintah meminta Pertamina menurunkan harga bahan bakar lain yang juga menyangkut hajat hidup orang banyak:?Liquified Petroleum Gas (LPG) alias elpiji.

Sebab, harga jual elpiji Saudi Aramco, yang selama ini menjadi patokan harga elpiji dalam negeri, juga sudah melorot. Mengutip Bloomberg, untuk kontrak November 2008, Saudi Aramco telah menurunkan dua komoditas yang menjadi basis penentuan harga elpiji di Asia. Pertama, harga kontrak propana kini cuma US$ 490 per metrik ton (MT), turun 37,9% ketimbang Oktober US$ 790 per MT. Kedua, harga butana turun lebih dalam lagi 39,5%, dari US$ 810 per MT jadi US$ 490 per MT.

Pertamina kini menjual tiga kategori gas elpiji, ukuran 3 kilogram (3 kg), 12 kg, dan 50 kg untuk industri. Pemerintah hanya mengatur harga 3 kg, sedang 12 kg dan 50 kg menjadi otoritas penuh Pertamina.

Nah, menurut Kurtubi, pengamat perminyakan, seharusnya pemerintah menurunkan harga elpiji 3 kg dan menitahkan Pertamina segera menurunkan harga elpiji 12 kg. "Karena harga elpiji Aramco turun, pemerintah harus minta Pertamina menurunkan harga elpijinya," kata Kurtubi, akhir pekan lalu. Penurunan harganya minimal 10%.

Tidak ada alasan bagi Pertamina tidak menurunkan harga. Saat menaikan elpiji 12 kg pada 1 Juli 2008 dari Rp 51.000 jadi Rp 63.000 per tabung, Pertamina beralasan kebijakan itu mengekor kontrak elpiji Aramco yang sepanjang Juni 2008 mencapai US$ 830 per MT. Sementara pada 2005, ketika menetapkan harga Rp 51.000 per tabung, harga Aramco cuma US$ 310.

Kini harga kontrak gas Aramco sudah melorot lagi. Karenanya, Kurtubi minta pemerintah dan Pertamina menurunkan elpiji 3 kg dan 12 kg. "Pertamina sudah untung," ujar Kurtubi.

Pemerintah dan Pertamina masih terkesan ogah-ogahan menanggapi hal ini. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral Evita Herawati Legowo hanya komentar, "Belum kami diskusikan," ujarnya.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Faisal, mengaku masih rugi meski harga elpiji dunia turun. "Sekarang dengan harga elpiji dunia turun, kami masih rugi Rp 1.800 per kilogram," kata Faisal.
Share this article :

0 komentar:

.

.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PROPUBLIK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger