Home »
» Agar Perda Tak Menuai Masalah
Agar Perda Tak Menuai Masalah
Written By REDAKTUR on 23 December 2008 | 11:43 PM
Kalangan usaha dinilai belum banyak dilibatkan dalam penyusunan peraturan-peraturan daerah (Perda) oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sehingga Perda tersebut kurang memenuhi kepentingan pelaku usaha.
Penilaian tersebut dikemukakan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi DKI Jakarta Eddy Kuntadi Di Jakarta, Rabu (24/12), menurutnya, selama ini pelaku usaha hanya dipandang sebagai pelaksana peraturan yang ada sementara dalam penyusunannya sering diabaikan.
"Kami ingin menjadi mitra pemerintah daerah oleh karena itu dalam penyusunan peraturan-peraturan daerah sudah seharusnya jika turut dilibatkan," katanya.
Eddy yang baru saja terpilih menggantikan Sofjan Pane sebagai Ketua Umum Kadin DKI itu mengatakan, pihaknya saat ini sedang melakukan inventerisasi terhadap Perda-perda di DKI yang dinilai kurang memberikan iklim kondusif bagi pelaku usaha khususnya di Jakarta.
Dia mencontohkan, salah satu Perda menyebutkan untuk mendapatkan SIUP (Surat Ijin Usaha Perusahaan) tidak dikenakan tarif namun kenyataan di lapangan pelaku usaha harus mengeluarkan biaya untuk memperolehnya.
"Seharusnya dalam menyusun kebijakan di daerah kepentingan usaha juga harus dilihat (oleh Pemda)," tegasnya.
Karena itu, tambahnya, pihaknya akan mendesak Pemprov DKI untuk merevisi berbagai peraturan daerah yang berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Kadin DKI juga mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan perekonomian di Ibukota diantaranya Pemprov DKI agar mendorong Bank DKI untuk bisa membiayai seluruh proyek yang dibiayai oleh APBD DKI Jakarta yang dilaksanakan oleh anggota Kadin Jakarta.
Penyederhanaan dan mempercepat proses perizinan serta sesuai ketentuan yang berlaku, serta perlunya dibangun sistem transportasi dan distribusi perdagangan yang didukung dengan pusat logistik, teknologi informasi dan pembangunan Pelabuhan Penyangga Tanjung Priok untuk mengurangi biaya tinggi.
Kadin DKI juga mengharapkan kerjasama pemerintah daerah untuk memperkuat pasar domestik serta membuka pasar baru di luar negeri seperti Timur Tengah, Eropa Timur, Afrika dan Amerika Selatan.
"Selama ini kerjasama `sister city` yang dilakukan pemda dengan kota-kota lain di luar negeri lebih banyak ke pasar yang sudah ada," katanya.
Karenanya, sambung Eddy, Kadin DKI juga akan menjalin kerjasama dengan Kadin-Kadin di daerah untuk membuka pasar baru di luar negeri tersebut.
Peran Serta Masyarakat
Kurangnya partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan dinilai sebagai salah satu faktor selain kesalahan Pemerintah Daerah dan DPRD dalam munculnya Peraturan Daerah (Perda) bermasalah di sejumlah daerah.
Pendapat itu dikemukakan anggota DPR Bomer Pasaribu, di Jakarta, Rabu, soal adanya Perda-Perda bermasalah.
"Selain itu kurangnya sosialisasi yang intensif oleh pemerintah pusat kepada seluruh Pemda mengenai keberadaan peraturan yang harus dirujuk dalam menyusun Perda," kata Bomer yang juga Guru Besar Ekonomi Pascasarjana IPB itu.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang Undangan Depkumham, Selasa (15/7), menyelenggarakan diskusi bertajuk Bedah Perda Bermasalah, guna melakukan harmonisasi Peraturan Perundang Undangan.
Bomer juga menjelaskan munculnya Perda bermasalah juga disebabkan kurang memadainya dana perimbangan yang didapat dari pemerintah pusat untuk mengoptimalkan pembangunan di daerah sehingga mendorong pemerintah daerah untuk mencari tambahan pendapatan dengan menerbitkan Perda.
"Perda bermasalah terjadi karena adanya tumpang tindih dengan peraturan yang sudah ada baik itu peraturan pemerintah pusat ataupun Perda di daerah itu sendiri yang bertentangan dengan kepentingan umum," katanya.
Dampak dari adanya Perda bermasalah itu menurut Bomer antara lain terkait dengan kalangan dunia usaha misalnya munculnya ekonomi biaya tinggi dan juga terhadap dinamikan sosial politik, sosial ekologi serta birokrasi.
Cabut Perda, Langkah Tepat?
Pemerintah mengeluarkan rekomendasi pembatalan terhadap sekitar 2.000 Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jumlah itu sekitar 28% dari 7.200 Perda yang telah dievaluasi hingga pertengahan Juli 2008.
Hal itu disampaikan Menko Perekonomian/Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam sambutannya pada penyerahan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Award Local Economic Governance 2007 di Jakarta, Selasa (22/7).
Menurut Menkeu, pembatalan perda ini perlu dilakukan untuk mendorong peningkatan tata kelola ekonomi daerah yang semakin baik dan sebagai upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif di daerah.
Ia mengungkapkan, pemerintah secara konsisten masih mengevaluasi perda dan rancangan peraturan daerah (ranperda), khususnya di bidang pajak daerah dan retribusi daerah yang akan membebani masyarakat pada umumnya dan pelaku usaha pada khususnya.
"Departemen Keuangan dalam hal ini Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) merekomendasikan rata-rata 2 sampai 3 perda maupun ranperda pungutan daerah dibatalkan atau ditolak pengesahannya atau direvisi terlebih dahulu," jelasnya.
Sri Mulyani menyebutkan, pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap sekitar 1.800 ranperda pungutan daerah, dengan hasil sekitar 66% atau sebanyak 1.200 ranperda direkomendasikan untuk ditolak dan direvisi.
Perda-Perda/ranperda yang direkomendasikan dibatalkan dan ditolak itu berasal dari berbagai sektor seperti sektor perhubungan, pertanian, pekerjaan umum, perindustrian, dan perdagangan, serta kehutanan.
"Kabupaten kota wilayah provinsi yang paling banyak perda/ranperdanya dibatalkan/ditolak berasal dari daerah di wilayah provinsi Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah," ungkapnya.
Hasil evaluasi perda/ranperda pungutan daerah itu, menurutnya, dapat menjadi salah satu indikator dalam menilai kinerja daerah.
Indikator itu, lanjutnya, bersama-sama dengan indikator lainnya dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk melaksanakan sistem reward and punishment dalam pelaksanaaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Post a Comment