Random Post

.
Home » » Selamatkan (Rakyat) Indonesia

Selamatkan (Rakyat) Indonesia

Written By REDAKTUR on 14 October 2008 | 5:07 AM

Dunia sedang genting. Kehancuran keuangan Amerika Serikat dituding menjadi penyebab keterpurukan sistem keuangan global.

Lagi-lagi isu ketidakhandalan sistem ekonomi kapitalis mencuat seiring meradangnya petinggi ekonomi negara-negara Eropa, Asia, dan negara-negara berkembang.

Untuk Indonesia, krisis keuangan global kembali merontokkan bisnis besar di Indonesia. Salah satunya adalah Bakrie Group. Pasalnya, manajemen PT Bakrie & Brothers memastikan akan menjual saham perseroan pada anak perusahaannya untuk membayar utang senilai US$ 1,2 miliar.

Langkah yang disebut manajemen sebagai rasionalisasi portofolio ini akan melepaskan aset Bakrie & Brothers senilai US$ 6 miliar yang dijaminkan kepada kreditornya, antara lain JP Morgan.

Kondisi jatuhnya pasar global, termasuk pasar saham di Indonesia, membuat nilai aset Bakrie Borthers terus merosot. Direktur Keuangan Bakrie & Brothers Yuanita Rohali menambahkan, sejauh ini perseroan telah membayar kembali pokok utang senilai US$ 200 juta, sehingga yang akan jatuh tempo pada April 2009 tersisa US$ 1 miliar.

Bakrie Brothers mengaku tidak tahu pasar mau ke mana. Sebelum aset itu semakin jatuh, mereka melihat, tentu lebih baik untuk dijual. Pada akhirnya, kita kini makin sadar bahwa tidak ada bangsa yang sejahtera dan dihargai bangsa lain tanpa kemajuan ekonomi.

Kemajuan ekonomi akan dapat dicapai jika ada spirit entrepreneurship, semangat kewirausahaan, yang kuat dari warga bangsanya. Kini, dunia menantikan China turun tangan membantu mengatasi krisis keuangan global.

Tanpa kemajuan ekonomi, tentu semua itu tak mungkin dilakukan China. Salah satu faktor kemajuan ekonomi China adalah semangat kewirausahaan masyarakatnya, yang didukung penuh pemerintahnya.

Untuk menghadapi ketidakpastian keuangan global, dalam berbagai kesempatan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang memang berlatar belakang pengusaha, mengingatkan pentingnya kewirausahaan itu. Pengusaha nasional lainnya juga sependapat, antara lain Ciputra, Sofjan Wanandi, dan Arifin Panigoro.

Bukan hanya mereka yang sudah senior dan telah mengenyam banyak asam garamnya bisnis, tetapi juga kalangan muda generasi kini, seperti Rachmat Gobel, Muhammad Luthfi, Sandiaga Uno, Erwin Aksa, dan Anindya Bakrie.

Mereka juga geregetan melihat lambatnya kebangkitan wirausaha di kalangan kaum muda sendiri agar kelak kita mampu meminimalisasi dampak krisis keuangan global.

Persoalan ada pula di sisi lain, yakni masih kaburnya visi serta rendahnya komitmen birokrat dan pengambil kebijakan publik tentang pentingnya membangun semangat kewirausahaan, terutama di kalangan anak-anak muda. Kewirausahaan hanya bisa bangkit manakala diberi lahan subur untuk bersemai, dipupuk, dilindungi, dan dibela kepentingannya.

Negara maju umumnya memiliki wirausaha yang lebih banyak ketimbang negara berkembang, apalagi negara miskin. Amerika Serikat, misalnya, memiliki wirausaha 11,5% dari total penduduknya. Sekitar 7,2% warga Singapura adalah pengusaha sehingga negara kecil itu maju.

Indonesia dengan segala sumber daya alam yang dimilikinya ternyata hanya memiliki wirausaha tak lebih 0,18% dari total penduduknya. Secara historis dan konsensus, sebuah negara minimal harus memiliki wirausaha 2% dari total penduduk agar bisa maju.

Belajar dari krisis keuangan kali ini, sudah waktunya negara dan masyarakat menumbuhkan kewirusahaan secepatnya, semaksimal mungkin. Itulah salah satu pilihan untuk menyiapkan diri menghadapi ketidakpastian global.

Sumber: INILAH
Share this article :

0 komentar:

.

.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PROPUBLIK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger