Random Post

.
Home » » Pengadilan Tipikor di Ujung Tanduk?

Pengadilan Tipikor di Ujung Tanduk?

Written By REDAKTUR on 24 April 2008 | 2:40 AM

Sumber : INILAH

Pemerintah dan DPR belum juga membahas pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dimanatkan Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal batas waktu yang diberikan MK hingga 2009 mendatang. Bila Pengadilan Tipikor ini tidak dibentuk sesuai amanat MK, maka upaya pemberantasan korupsi pun tinggal mimpi belaka.

Ketua Tim Perumus RUU Pengadilan Tipikor, Romli Atmasasmita, menegaskan keberadaan Pengadilan Tipikor mutlak dalam pemberantasan korupsi. "Sesuai amanat MK, kalau sampai 2009 pemerintah tidak bisa membentuk Pengadilan Tipikor, maka harus disiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)," katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Kamis (24/4).

Gurubesar hukum pidana internasioal dari Universitas Padjajaran (Unpad) itu mengingatkan, bila Pengadilan Tipikor tidak terwujud, maka kasus korupsi yang ditangani KPK dengan sendirinya akan berhenti. "Misalnya saat ini ada perkara 50-70 yang ditangani KPK, tapi Pengadilan Tipikornya tidak ada, bagaimana bisa memprosesnya?" tegasnya.

Menurut dia, implikasi penting lainnya dari ketiadaan Pengadilan Tipikor adalah semua kasus dan perkara yang ditangani KPK dengan sendirinya ditutup demi hukum. Bahkan tidak tertutup kemungkinan munculnya gugatan balik dari para tersangka korupsi.

Kekhawatiran itu juga dilontarkan oleh Koordinator Divisi Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho. Karena itu, kata Emerson, dalam persidangan mendatang (Mei) DPR harus mengagendakan pembahasan RUU Pengadilan Tipikor. "Mau tidak mau pembahasan RUU Pengadilan Tipikor harus dilakukan tahun ini, sehingga pada 2009 sudah bisa digunakan," katanya kepada INILAH.COM.

Namun menurut Emerson, bila pada 2009 Pengadilan Tipikor tak juga terbentuk, maka kasus korupsi yang selama ini ditangani KPK akan diambil-alih pengadilan umum. Ini artinya pemberantasan korupsi mengalami kemunduran.

Meskipun begitu, pengambilalihan perkara yang kini ditangani KPK oleh pengadilan umum, menurut Romli, tak dibenarkan hukum. "Logikanya tidak tepat. Pengadilan tipikor itu ada di undang-undang, jadi tidak bisa diputuskan melalui peraturan Mahkamah Agung," katanya. "Apa pun peraturan MA terhadap Tipikor batal demi hukum."

Mantan kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) tersebut menegaskan Pengadilan Tipikor yang kelak dibentuk harus dilengkapi dengan unsur hakim ad hoc yang spesialis pada bidang tertentu, seperti perbankan. "Hakim ad hoc ini untuk melengkapi hakim karir. Dari lima hakim yang ada nanti, dua di antaranya harus hakim ad hoc," tegasnya.

Selain mengenai hakim ad hoc, menurut dia, yurisdiksi Pengadilan Tipikor juga hars diperluas. Misalnya dengan memasukkan wewenang penanganan pencucian uang. Bahkan semua tindak pidana yang diatur undang-undang lainnya harus masuk di Pengadilan Tipikor.

Tidak hanya itu. Dalam RUU Pengadilan Tipikor juga disebutkan bahwa dalam hukum acara, terdapat pemeriksaan pendahuluan (pre-hearing/pre-trial). "Pemeriksaan pendahuluan terbuka untuk umum, untuk memeriksa kelengkapan bunyi surat dakwaan," kata Romli.

Romli membantah anggapan bahwa pembentukan Pengadilan Tipikor akan menelan anggaran yang besar. Sebab, keberadaan Pengadilan Tipikor, tambahnya, sama sekali bukan 'bangunan baru' dalam sistem peradilan di Indonesia. "Pengadilan Tipikor juga bertempat di pengadilan umum, namun ada kamar khususnya, administrasi, panitera, jaksa, dan hakim khusus," tegas Romli.

Sebagai ketua Tim Perumus RUU Pengadilan Tipikor, Romli Atmasasmita mengaku telah menyelesaikan draft rancangan undang-undang itu sejak 2007. Sejak itu pula draft-nya telah diserahkan kepada presiden. "Sudah di tangan presiden. Harusnya sudah diserahkan ke DPR untuk dibahas," katanya.

Anggota Komisi III DPR, Yassoana H Laoly, setuju dengan Romli. Menurut politisi PDIP ini, harusnya pemerintah segera menyerahkan draft rancangan undang-undang itu ke DPR. "Jangan sampai DPR di-fait a comply seperti terjadi dalam pembahasan UU Pemilu lalu. Pemerintah harus bekerja baktilah," katanya kepada INILAH.COM, di Mataram (NTB), Kamis (24/4).

Keberadaan Pengadilan Tipikor sebenarnya merupakan ujud komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. "Oleh karenanya pembahasannya harus disegerakan," tegas mantan Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu itu.

Pembahasan RUU Pengadilan Tipikor memang langkah mendesak yang akan mengukuhkan komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi. Ini penting karena konsolidasi para pelaku korupsi akhir-akhir ini mulai menunjukkan keseriusan, tercermin dari berbagai bentuk serangan terhadap eksistensi KPK.
Share this article :

0 komentar:

.

.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PROPUBLIK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger