Random Post

.
Home » » Utak-atik APBN 2008

Utak-atik APBN 2008

Written By REDAKTUR on 24 April 2008 | 12:17 AM

Pemerintah diharapkan merevisi lagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2008. Ini karena selain faktor gejolak harga minyak dunia yang sulit diprediksi, asumsi lain dalam APBN-P 2008, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi, sudah tidak realistis. Jika dipertahankan, akan menimbulkan defisit yang lebih tinggi dari target.

Harapan itu dikemukakan ekonom Inter-CAFE Iman Sugema, pengamat ekonomi dari UGM Sri Adiningsih, Direktur Indef Fadhil Hasan, dan Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Harry Azhar Azis. Mereka mengemukakan pandangannya secara terpisah kepada Suara Karya di Jakarta, kemarin. Turut mengomentari Menteri Keuangan Sri Mulyani, Staf Khusus Menko Perekonomian M Ikhsan, dan Ketua Umum Kadin Indonesia MS Hidayat.

Sementara itu, harga minyak mentah di pasar dunia kemarin kembali mencatat rekor baru tertinggi dalam sejarah. Harga minyak sempat hampir menyentuh level 120 dolar AS, persisnya 119,90 dolar AS per barel, tetapi kemudian turun lagi menjadi 119,37 dolar AS. Menurut Iman Sugema, pemerintah harus kerja keras jika ingin menyelamatkan APBN-P 2008 sebelum akhirnya diubah lagi pada pertengahan tahun ini. "APBN-P itu hanya mengutak-atik angka, dan bisa saja dilakukan. Tetapi sebelum opsi diambil, pemerintah harus bekerja keras menyelamatkan APBN-P, baik dengan penghematan maupun penyesuaian-penyesuaian lainnya" kata Iman.

Salah satu langkah penyelamatan yang patut dilaksanakan pemerintah adalah mengupayakan peningkatan produksi minyak. Atau, minimal mengamankan target produksi 927.000 barel per hari. Pemerintah juga harus melakukan efisiensi dalam impor BBM serta menindak tegas mafia minyak yang dekat dengan kekuasaan.

"Inefisiensi pengadaan BBM impor nilainya sudah mencapai ratusan triliun rupiah. Itu tidak jelas, karena hasil auditnya tidak pernah dipublikasikan. Dalam situasi ekonomi yang dihantui resesi seperti saat ini, upaya itu harus dilakukan, karena belum pernah disentuh pemerintah," kata Iman.

Sri Adiningsih menegaskan, jika terpaksa pemerintah tak perlu ragu merevisi APBN-P 2008. Atau, pemerintah juga bisa menggunakan opsi yang telah diberikan DPR jika harga minyak terus meningkat. "Dengan harga yang sudah hampir mendekati 120 dolar AS per barel, pemerintah sudah harus realistis. Tanpa pemotongan subsidi dan penghematan penggunaan BBM, bisa jebol ekonomi kita," katanya.

Dia mengatakan, tekanan berat sedang dihadapi APBN-P 2008. Defisit akan membengkak. Berbagai sektor, baik industri maupun transportasi, tidak bisa menghindar dari lonjakan harga minyak. Apalagi perekonomian global juga tertekan dan Indonesia tak bisa menghindarinya.

Adiningsih mengingatkan kerawanan ekonomi yang akan dihadapi Indonesia. Perekonomian nasional mudah terguncang karena tekanan harga minyak. Belum lagi faktor fundamental yang masih rapuh. "Saat ini pemerintah harus mulai berpikir dan bertindak untuk jangka panjang. Jangan sampai sendi-sendi ekonomi telanjur rusak," ujarnya.

Menurut dia, harga minyak, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan berbagai asumsi lain dalam APBN-P 2008 hanya menjadi angka-angka di atas kertas. Semua target sudah tidak realistis mengingat kondisi ekonomi global yang rawan.

"Inflasi bisa di atas satu digit. Sementara pertumbuhan berjalan semu karena tak ada investasi masuk. Investasi di pasar uang pun akan goyah karena keuangan dunia makin memburuk," tuturnya.

Menurut Fadhil Hasan, menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar 10 persen masih cukup wajar dilakukan pemerintah jika upaya penghematan tidak optimal. Menaikkan harga BBM bersubsidu perlu dilakukan untuk amankan anggaran dan mengurangi beban subsidi.

"Asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di APBN-P 2008 sebesar Rp 9.150 per dolar AS tidak rasional, sebab potensi perlemahan nilai tukar sangat besar. Faktor ini akan memberi tekanan pada APBN-P yang berpengaruh pada beban subsidi. Apalagi, ekspektasi pasar terhadap rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang 2008 adalah Rp 9.500 per dolar AS," kata Fadhil.

Dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) 95 dolar AS per barel, beban subsidi BBM pemerintah sekitar Rp 130 triliun, sementara potensi kenaikan harga minyak dan kurs masih cukup tinggi. "Kalau dengan beban volume subsidi yang sama, tapi ICP mencapai 105 dolar AS, subsidi pemerintah bisa mencapai Rp 150 triliun. Alternatif program smart card yang direncanakan pemerintah sebenarnya sama saja dengan menaikkan harga BBM. Karena itu, naikkan saja harga BBM 10 persen," ujarnya.

Sedangkan anggota Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, perubahan APBN-P tidak terlalu penting, walau masih terbuka kemungkinan untuk itu. Apalagi bila harga minyak sudah 125 dolar AS per barel sepanjang tahun ini. "Kalau terpaksa sekali, APBN-P bisa direvisi lagi Juli nanti. Ini bila rata-rata harga minyak sudah berada pada kisaran di atas 110 dolar AS hingga 125 dolar AS per barel," kata Harry.

Menurut dia, patokan 125 dolar AS per barel diambil karena setiap 5 dolar AS kenaikan harga minyak memerlukan tambahan subsidi Rp 4,2 triliun. Ini dengan asumsi maksimal konsumsi BBM 37 juta kiloliter.

Dalam APBN-P 2008, pemerintah menyiapkan dana talangan untuk antisipasi harga minyak Rp 9,25 triliun. Jumlah itu dibagi untuk tiga pos dengan asumsi konsumsi berada pada kisaran 35,5 juta kl sampai 37 juta kl tahun ini, yakni Rp 4,075 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah mampu meredam pengaruh eksternal, seperti kenaikan harga komoditas minyak dan pangan.

"Pertanyaannya, bisa tidak kemampuan itu bertahan hingga akhir tahun? Dan, pada ongkos berapa di APBN? Jadi ongkosnya itu yang harus terus kita atur sehingga kepercayaan terhadap APBN tetap terjaga," kata Menkeu.
Share this article :

0 komentar:

.

.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PROPUBLIK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger