Random Post

.
Home » » Dewan Pers Minta Agar Presiden Tunda Penandatanganan UU ITE

Dewan Pers Minta Agar Presiden Tunda Penandatanganan UU ITE

Written By REDAKTUR on 07 April 2008 | 12:41 AM

Dewan Pers menyampaikan akan melakukan empat langkah untuk meminta kejelasan tentang UU ITE. Salah satunya mengirimkan surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Kami punya empat langkah untuk meminta kejelasan soal UU itu. Pertama, kami akan mengirimkan surat ke Presiden SBY agar beliau menunda menandatangani UU tersebut, karena beberapa pasal dalam UU itu kami anggap mengancam kebebasan pers," ujar Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara di sela pertemuan pihak Depkominfo dengan Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (7/4/2008).

Kedua, Dewan Pers berharap ketika menteri mengeluarkan PP dapat mengakomodasi pendapat. Ketiga, Dewan Pers juga akan menghubungi Kapolri dan Kejagung agar tidak menggunakan UU tersebut untuk mengancam pers. Keempat, Dewan Pers akan mengajukan Judicial Review kenapa ada UU yang sifatnya mematikan kontrol oleh pers.

Dia menegaskan surat ke Presiden akan disampaikan segera, kemungkinan dalam minggu ini.

Menanggapi hal itu, Staf ahli hukum Menkominfo Edmond Makarim mengatakan UU ITE tidak bisa diubah karena DPR sudah menyetujui dan bahkan DPR tahu persis sampai titik dan komanya.

UU ITE Bukan Ranah PERS
Staf ahli hukum Menkominfo Edmond Makarim menyatakan bahwa UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak ada maksud untuk masuk ke ranah pers.

"Selama hampir tujuh tahun panitia berusaha memunculkan UU ITE tidak ada segelintir pun pemikiran khususnya saya untuk mengekang kebebasan pers di peraturan itu. Lagi pula dalam UU tersebut sangat jelas ada kalimat 'setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak'. Kalimat itu sudah sangat jelas bahwa target kami adalah dengan sengaja dan ilegal. Tidak ada kalimat dan penjelasan UU tersebut yang menyebutkan pers secara khusus," kata Edmond Makarim di sela pertemuan pihak Depkominfo dengan Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (7/4/2008).

Dia menganggap Dewan Pers hanya memelintir pasal sehingga kesannya menjadi provokatif. Statemen tersebut hanya ketakutan Dewan Pers akan persepsi dari penegak hukum yang disinyalir akan menyalahkan UU tersebut.

"Saya menjamin kepolisian dan jaksa tidak akan melakukan hal tersebut, karena dalam UU tersebut sudah jelas bahwa penyidikan atas tindak pidana ITE harus mendapatkan persetujuan dari pengadilan dan aparat tidak boleh semena-mena melakukan penyitaan dan tidak boleh mengganggu kegiatan publik," terangnya.

Sejumlah Pasal UU ITE Dipertanyakan
Dewan Pers tidak setuju pasal 27, 28, dan 45 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang belum lama ini disahkan DPR. Alasannya, sejumlah pasal itu akan mengekang kebebasan pers, khususnya media online.

"Kami kaget UU ITE ini dikeluarkan tanpa melibatkan atau meminta pendapat kami lebih dahulu," kata Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara di sela pertemuan pihak Depkominfo dengan Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (7/4/2008).

Menurut dia, beberapa pasal di ITE sangat terkait sekali dengan kebebesan pers dan dalam pasal-pasal tersebut disinyalir isinya akan mengekang kebebasan pers.

Khusus pada pasal 27 dan 28, menurut Dewan Pers, sebenarnya merupakan salinan KUHP yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). "Kenapa sekarang muncul lagi. Bahkan sanksi yang berlaku lebih berat dibandingkan sebelumnya," kata Leo Batubara sambil menyebutkan sanksi terberat jika diberikan denda sebesar Rp1 miliar.

Dia menambahkan, pasal-pasal dalam UU ITE tersebut sepertinya membalikkan ke sejarah masa silam. "Pada tahun 1956-1957 tidak ada kebebasan pers yang mutlak sehingga media-media banyak bermunculan termasuk media pornografi, hingga akhirnya pada Oktober 1958 muncullah UU Pers yang mengharuskan pers memiliki izin dan UU ini dimunculkan dengan tujuan menghalangi munculnya media porno," ujar dia.

Dia mangatakan, setelah UU itu muncul, 237 penerbitan pers dibredel oleh pemerintah. Padahal UU tersebut diskenariokan untuk menghalangi media porno, namun hampir semua media terkena imbasnya. "Kami khawatir akan terulang pada tahun ini. Dengan tujuan menghalangi maraknya situs porno, tapi malah tujuan utamanya mengekang kebebasan pers," tandasnya.
Share this article :

0 komentar:

.

.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PROPUBLIK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger