Lakshmi N. Mittal, bos Arcelor Mittal, produsen baja terbesar di dunia, berminat membeli minoritas atau 30 persen saham PT Krakatau Steel saat diprivatisasi nanti. Namun, rencana tersebut diprotes keras sejumlah kalangan.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Luthfi mengatakan minat membeli saham Krakatau Steel disampaikan ketika Mittal mengunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan lalu. Saat itu ia menyampaikan keinginannya berinvestasi di Indonesia.
"Mittal hanya ingin membeli 30 persen saham," kata Luthfi kemarin. Sedangkan 70 persen sisanya tetap dikuasai pemerintah. Artinya, manajemen dan kendali perusahaan tetap di tangan Indonesia. Tetapi, niat membeli saham Krakatau itu baru penjajakan. "Ya, masih sebatas say hello, kok sudah ditolak."
Krakatau Steel adalah satu dari belasan perusahaan negara (BUMN) yang akan diprivatisasi tahun ini. Rencana divestasi telah dipaparkan direksi Krakatau kepada Komisi Keuangan DPR akhir Maret lalu. Dalam paparannya mereka mengajukan opsi penawaran saham perdana di pasar modal. Namun, sejumlah anggota Dewan meminta ada opsi penjualan kepada mitra strategis.
Mittal, menurut Luthfi, adalah satu-satunya investor yang tertarik menjadi investor mitra strategis. Sedangkan sejumlah nama yang pernah disebut sebelumnya kini tak jelas juntrungannya. Misalnya, Tata Steel kini lebih konsentrasi di Vietnam, Dalian Steel berfokus mengurus negaranya Cina, United Steel dari Amerika mengurungkan niatnya, sedangkan Essar Steel tidak jelas sampai sekarang.
Menurut Kepala BKPM, taipan baja terkaya asal Inggris tersebut telah menyatakan kesiapannya menggelontorkan dana besar. Itu bisa US$ 5 miliar atau US$ 10 miliar, tergantung keperluan. Dana segar itu bisa diinvestasikan kembali untuk meningkatkan produksi dari 2,5 juta ton menjadi 5 juta ton.
Guna membahas minat Mittal tersebut, kemarin Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil memanggil manajemen Krakatau ke kantor Kementerian BUMN di Jakarta. Seusai pertemuan, Direktur Utama Krakatau Steel, Fazwar Bujang mengakui bahwa Menteri BUMN meminta agar manajemen membuka diri terhadap tawaran Mittal. "Tujuannya, agar bisa mengembangkan produksi baja nasional secara maksimal," katanya.
Menyikapi arahan tersebut, ia akan mengkaji dulu tawaran Mittal. Tapi, ia mengingatkan Menteri BUMN tak memaksakan kehendak agar Krakatau harus menempuh jalan strategic sales dalam program privatisasinya. "Yang penting terbaik buat kami," ujarnya.
Menurut Fazwar, sesungguhnya perseroan telah memiliki program revitalisasi guna meningkatkan produksi. Itu lewat peremajaan mesin, pengadaan bahan baku, serta investasi baru. Dengan sejumlah langkah itu diharapkan bisa memenuhi kebutuhan baja nasional yang diperkirakan mencapai 10 - 12 juta ton pada 2012. "Krakatau bisa memasok 60 - 70 persen dari kebutuhan tersebut," kata Komisaris Utama Krakatau Steel, Taufiequrachman Ruki.
Anggota DPR, Dradjad Wibowo, menyambut baik rencana ArcelorMittal berinvestasi di Indonesia. Sebab, minat itu menunjukkan Indonesia berpotensi besar bagi industri tambang mineral, dari hulu hingga hilir produksi baja. "Namun, itu harus investasi baru, bukan lewat akuisisi Krakatau Steel," katanya.
Ekonom Partai Amanat Nasional itu menentang keras jika 30 persen saham Krakatau dijual ke raksasa baja dunia tersebut. Meskipun cuma minoritas, pada tahap awal Mittal akan menguasai teknologi dan bahan baku. Setelah itu, ia akan mengontrol manajemen hingga akhirnya kepemilikan. Padahal, pemerintah sudah telanjur investasi dana besar, teknologi dan sumber daya manusia.
"Jika ini dilakukan, Indonesia akan rugi besar," kata Dradjad. Ia merujuk kasus penjualan Indosat dan Bank Internasional Indonesia yang dilepas dengan harga murah. Sekarang, Temasek untung besar dari kedua perusahaan tersebut. "Sedangkan Indonesia gigit jari."
Raja Akuisisi Baja Dunia
Lakhsmi Mittal dikenal sebagai CEO ArcelorMittal, produsen baja terbesar dunia dengan 320 ribu karyawan tersebar di 60 negara. Sepak terjangnya, yang gemar mengakuisisi, mencemaskan para pesaingnya. Apalagi, sejak 1989, belasan perusahaan besar telah dicaplok Mittal. Kini, sorot matanya tertuju pada Krakatau Steel.
1989: Akuisisi Iron & Steel Company, Trinidad
1992: Sibalsa, Mexico
1994: Sidbec-Dosco, Kanada
1995: Hamburger Stahlwerke, Jerman
1995: Karmet, Kazakhstan
1997: Walzdraht Hochfeld GmbH and Stahlwerk Ruhrort, Jerman
1998: Inland Steel Company, Amerika
1999: Unimetal, Prancis
2001: Alfasid dan Sidex, Rumania
2003: Nova Hut, Republik Cek
2004: Polskie Huty Stali (Polandia), BH Steel (Bosnia), Macedonian dari Balkan Steel.
2005: International Steel Group, Amerika
2006: Kryvorizhstal, Ukraina
2006: Mittal Steel merger dengan Arcelor Steel, Eropa
Kinerja ArcelorMittal 2007
Produksi: 116 juta ton
Pangsa pasar : 10 persen produksi dunia
Pendapatan: US$ 105 miliar
Jumlah karyawan: 320 ribu
Lokasi industri : Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika
Terdaftar di bursa : New York, Amsterdam, Paris, Brussel, Luxemburg, dan Spanyol
Home »
» Ada Mittal di Balik Privatisasi KS?
Ada Mittal di Balik Privatisasi KS?
Written By REDAKTUR on 15 April 2008 | 12:01 AM
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
1 komentar:
Alhamdulillah kondisi PT Krakatau Steel hingga saat ini masih dapat bertahan dan mulai berkembang menuju yang lebih baik
Post a Comment