Random Post

.
Home » » THR dan Produktivitas Kerja

THR dan Produktivitas Kerja

Written By REDAKTUR on 16 October 2006 | 12:35 AM

Setiap menjelang lebaran selalu muncul masalah klasik yang berkaitan dengan nasib kaum pekerja di negara kita. Aksi unjuk rasa maupun pemogokan kerja yang dilakukan para pekerja untuk menuntut pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaan telah menjadi panorama tahunan. Pada tahun-tahun yang lalu sebelum dikeluarkannya peraturan tentang THR, jumlah kasus aksi unjuk rasa meningkat dengan pesat sehingga sempat menganggu stabilitas ekonomi nasional secara makro. Hal ini terjadi karena banyak perusahaan yang terhenti operasinya, sehingga tidak mencapai target produksi seperti yang telah ditetapkan.

Di wilayah Jabotabek dan Bandung, pada tahun 1992 tidak kurang 21 pemogokan karena THR yang melibatkan sedikitnya 17 ribu pekerja, kemudian pada 1993 naik menjadi 33 kasus dengan melibatkan lebih dari 23 ribu pekerja. Pada 1994 aksi mogok kerja telah meluas ke seluruh penjuru kota-kota industri di Indonesia dan jumlahnya sebanyak 152 kasus. Maraknya unjuk rasa pada masa-masa itu salah satunya dipicu karena belum adanya suatu aturan baku dari pemerintah mengenai pemberian THR, sehingga sering menimbulkan kesalahpahaman antara pekerja dengan pengusaha. Para pekerja merasa bahwa THR merupakan hak mereka sehingga harus dibayarkan sebesar sebulan gaji, sedangkan para pengusaha sebagian memandang bahwa THR bukan suatu kewajiban yang harus dipenuhi, melainkan hanya sekadar tindakan karikatif atau pemberian sedekah bagi pekerja.

Jika kita lihat kondisi para pekerja di negara kita maka pada umumnya tingkat kesejahteraan masih memprihatinkan. Upah yang seharusnya mampu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarga yang menjadi tanggungannya, tidak berfungsi dengan baik. Keadaan ini seringkali masih diperberat oleh ulah para pengusaha yang tidak melaksanakan ketentuan upah minimal seperti yang telah digariskan oleh pemerintah, sehingga membuat pekerja semakin tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, para pekerja harus bekerja keras membanting tulang, yang seringkali diwarnai dengan berbagai aksi unjuk rasa maupun mogok kerja.

Bagaimanapun, fenomena pemogokan pekerja merupakan refleksi dari ketidakberdayaan kaum pekerja dalam menuntut hak-haknya. Secara hukum memang kaum pekerja bebas memutuskan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut atau memilih berhenti. Namun secara ekonomis kaum pekerja telah terikat dengan perusahaan dan mempunyai posisi yang lemah. Jika mereka berhenti bekerja dari perusahaan tersebut maka secara otomatis akan kehilangan pendapatannya dan tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya, apalagi kebutuhan saat menjelang hari raya seperti ini sangat meningkat. Sehingga aksi mogok ini hanya dapat dilakukan untuk beberapa waktu saja, sampai dicapai perundingan. Pada umumnya perundingan antara pekerja dengan pengusaha berjalan tidak seimbang sehingga seringkali pekerja dirugikan.

Aturan Main
Dengan melihat fenomena yang terjadi setiap tahun tersebut maka pemerintah turun tangan dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Permenaker Nomor 04 Tahun 1994 tentang pemberikan THR keagamaan kepada seluruh karyawannya. THR ini diberikan kepada pekerja yang telah bekerja minimal tiga bulan. Besarnya THR bagi pekerja yang bermasa kerja satu tahun, minimal satu bulan gaji yakni upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap. Sedangkan mereka yang bekerja kurang dari satu tahun namun telah melebihi tiga bulan maka perhitungannya dilakukan secara proporsional, yakni masa kerja dikalikan satu bulan gaji dibagi dengan 12.

Permenaker tersebut juga mengatur perusahaan yang tidak mampu membayar THR karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan atau sedang mengalami kerugian. Bagi mereka yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan penangguhan THR kepada Depnaker dua bulan sebelum lebaran. Pihak akuntan publik nantinya akan memeriksa perusahaan tersebut apakah benar-benar tidak mampu membayar THR atau hanya pura-pura tidak mampu untuk menghindari kewajiban terhadap pekerja. Sampai saat ini tidak ditemui satu perusahaan pun yang mengajukan permohonan penangguhan THR, berarti semua perusahaan telah dianggap mampu untuk memberi THR bagi para karyawaannya sesuai ketentuan.

Ada beberapa perusahaan tertentu yang telah membuat aturan mengenai THR sebelum keluarnya aturan diatas. Bagi mereka yang telah terbiasa diberikan THR kepada karyawannya dengan dasar Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau Peraturan Perusahaan (PP) dengan jumlah yang lebih besar dengan ketentuan diatas maka perusahaan tersebut harus tetap memberikanya seperti KKB atau PP. Sementara itu, bagi pekerja yang terpaksa terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun surat keputusan PHK dikeluarkan kurang dari 30 hari sebelum lebaran, maka ia tetap berhak untuk mendapat THR sebesar sebulan gaji dari perusahaan.

Kebijakan pemerintah untuk lebih memperhatikan nasib para pekerja pada hari lebaran tersebut perlu disambut baik. Dengan adanya THR diharapkan para pekerja dapat merayakan lebaran dengan baik bersama keluarga. Selain itu, adanya Permenaker tersebut terbukti sangat efektif menekan berbagai aksi unjuk rasa dalam rangka menuntut THR. Walau pun masih ada pelanggaran, namun sebagian besar perusahaan telah mengindahkan aturan tersebut dengan memberikan THR sesuai dengan ketentuan.

Menurut sejumlah pengamatan mengenai pelaksanaan ketentuan THR maka berbagai aksi pemogokan kerja pada umumnya disebabkan karena keterlambatan perusahaan dalam memberikan informasi mengenai pemberian THR kepada para karyawannya. Sehingga ketenangan mereka dalam bekerja menjadi terganggu dan meReka ungkapkan gejolaknya tersebut dalam bentuk unjuk rasa atau mogok kerja. Hal ini sebenarnya dapat diantisipasi oleh perusahaan dengan memberikan informasi jauh-jauh hari sebelumnya mengenai waktu dan besarnya THR yang akan diberikan.

Selain itu pemogokan kerja tersebut juga dipicu karena perusahaan tidak memberikan THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Besarnya THR masih banyak yang dibawah standar gaji pekerja setiap bulan oleh perusahaan memberikan THR dalam bentuk barang ynag diproduksi oleh perusahaan.
Pemberian THR pada dasarnya bertujuan untuk lebih mendekatkan hubungan batin antara pengusaha dan pekerja pada momentum peringatan hari besar keagamaan. Pemberian THR, selain dapat menggugah rasa handarbeni terhadap perusahaan juga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Agar pemberian THR dapat memberi manfaat secara optimal maka sebaiknya THR diberikan jauh-jauh hari sebelum lebaran. Jika THR diberikan terlalu dekat dengan lebaran maka pada umumnya harga berbagai barang telah membubung tinggi, sehingga nilai tukar uang terhadap barang menjadi lebih kecil. Namun jika pemberian THR ini terlalu jauh waktunya dari hari lebaran maka dampaknya juga kurang baik. Karena dikhawatirkan uang THR-nya akan digunakan untuk kepentingan diluar perayaan lebaran. Hal ini berarti telah menyimpang dari tujuan dikeluarkannya aturan mengenai THR.

Produktivitas Perusahaan
Apabila kita mengkaji lebih mendalam, sebenarnya THR ini berkaitan erat dengan salah satu produk pelayanan perusahaan terhadap para buruhnya. Hal ini yang sering dilupakan oleh para pengusaha. para pengusaha lebih sering memandang bahwa pemberian THR merupakan "pos rugi" bagi perusahaan, sehingga kalau bisa ia tidak usah membayarkan THR kepada para buruhnya.

Pandangan tersebut muncul karena pekerja masih dianggap hanya sebagai faktor produksi semata, tanpa memperhitungkan nasib mereka. Para pengusaha selalu memandang prinsip ekonomi dengan menekan berbagai biaya operasional, tanpa memikirkan kesejahteraan buruhnya, untuk memperoleh keuntungan perusahaan yang sebesar-besarnya. Padahal sebenarnya, tanpa ada pekerja maka perusahaan tidak mungkin malakukan aktivitas. Walaupun pekerja diakui sebagai salah satu faktor produksi dalam perusahaan, namun sifatnya sangat istimewa. karena pekerja akan memberontak jika hak-haknya dikurangi. Mereka tidak segan-segan melakukan pemogokan jika THR yang seharusnya mereka dapatkan menjelang lebaran tidak dibagi oleh perusahaan.

Pandangan yang meletakkan pekerja sebagai faktor produksi semata sudah waktunya untuk diubah. Perusahaan hendaknya memandang pekerja sebagai mitra dengan memperhatikan berbagai bentuk pelayanan terhadapnya. Wujud pelayanan kepada para pekerja perusahaan ini sangat menentukan tingkat produktivitas perusahaan secara keseluruhan.

Pelayanan kepada pekerja, yang salah satunya diwujudkan dengan adanya kepastian pemberian THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku, merupakan salah faktor penting untuk pembentukan lingkungan kerja yang baik. Dengan pelayanan pekerja yang baik maka para pekerja akan memperoleh kepuasan dan ketenangan dalam bekerja. Adanya perasaan puas dan tenang yang diperoleh para pekerja ini akan sangat mempengaruhi produktivitasnya.

Dengan memperoleh pelayanan yang baik dari pengusaha, para pekerja akan membalasnya dalam bentuk gairah kerja yang tinggi rasa tanggungjawab terhadap penyelesaian kerja yang lebih besar serta dapat menjaga nama baik perusahaan. Apalagi jika mereka mampu merayakan lebaran secara sempurna tanpa harus gali lubang tutup lubang. Kepuasannya akan semakin tinggi, sehingga dapat berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas kerja. Sebaliknya para pekerja yang merasa mendapat pelayanan yang jelek karena pemberian THR yang tidak sesuai ketentuan, akan terlihat seperti terpaksa dalam menyelesaikan pekerjaan, sehingga hasil kerjanya pun tidak akan sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan.

Drs Barno Sudarwanto, MM, alumnus Program Magister Manajemen, UGM Yogyakarta.
Share this article :

1 komentar:

Dani Wahyu said...



Thanks infonya. Oiya ngomongin THR, ga ada salahnya loh jika kamu menggunakannya buat investasi. Ada banyak manfaat yang bisa kamu dapat. Cek di sini ya buat info lengkapnya: Manfaat hebat pakai uang THR untuk investasi

.

.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PROPUBLIK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger