Random Post

.
Home » » Jabatan Wamen Ditiadakan Sampai Ada Keppres Baru

Jabatan Wamen Ditiadakan Sampai Ada Keppres Baru

Written By REDAKTUR on 05 June 2012 | 2:32 AM

MK Memutuskan Penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara bertentangan dg UUD 1945.
Majelis Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 10 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dengan membatalkan penjelasan pasal itu.

“Penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua Majelis MK, Moh Mahfufd MD saat membacakan putusannya di ruang sidang MK, Selasa (5/6).

Kata lain, redaksi Penjelasan Pasal 10 UU Kementrian Negara yang berbunyi, “Yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet” dianggap tidak berlaku dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Namun, Mahkamah dalam putusannya, menegaskan Pasal 10 UU Kementerian Negara yang mengatur jabatan wakil menteri (wamen) dalam kementerian tertentu tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengandung persoalan konstitusionalitas norma.

“Disebut atau tidak disebut dalam UU, pengangkatan wakil menteri sebenarnya bagian dari kewenangan presiden, sehingga dari sudut substansi tidak terdapat persoalan konstitusionalitas. Ini juga berarti sesuatu yang tidak disebut secara tegas dalam UUD 1945, tetapi diatur dalam UU tidak bertentangan dengan UUD 1945,” kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim saat membacakan pertimbangan putusan.

Mahkamah menganggap keputusan pengangkatan wamen menjadi wewenang (penuh) presiden sesuai beban kerja dan kebutuhan terlepas persoalan ini diatur dalam UU atau tidak. “Orang yang diangkat sebagai wamen itu dapat berasal dari PNS, TNI, Polri, bahkan warga negara biasa. Ini wewenang presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan sesuai Pasal 4 ayat (1), Pasal 17 UUD 1945,” tutur Alim.

Karena itu, kewenangan presiden mengangkat wamen dalam rangka menangani beban kerja yang semakin berat tidak bertentangan dengan Konstitusi jika dipandang dari tujuan yang hendak dicapai..

Mahkamah menilai Penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara dalam praktiknya menimbulkan persoalan (legalitas) ketidakpastian hukum karena tidak sesuai dengan hukum kepegawaian atau peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan dan birokrasi.

“Persoalan legalitas yang muncul dalam pengangkatan wamen, misalnya jabatan wamen tanpa job analysis, job specification, analisis beban kerja yang jelas telah memberi kesan kuat jabatan wamen hanya sebagai kamuflase/hadiah politik. Dalam Penjelasan Pasal 10 jabatan wamen adalah jabatan karier dari PNS, tetapi pengangkatannya tidak jelas apakah jabatan fungsional atau struktural?”

Kalau dianggap sebagai jabatan struktural dengan eselon IA berarti pembinaan kepegawaiannya di bawah sekretaris jenderal. Namun, kalau dianggap jabatan fungsional menjadi aneh karena jabatan fungsional bersifat tertentu terhadap satu bidang (dosen, peneliti, hakim, jaksa, guru), bukan jenis profesi dan keahlian yang berbeda-beda.

“Tidak masuk akal kalau jabatan wamen beragam bidang tugas. Persoalan lain jika jabatan wamen dianggap jabatan politik, masa jabatannya mengikuti berakhirnya masa jabatan presiden yang mengangkatnya. Tetapi kalau jabatan karier tiba-tiba pensiun tidak bersamaan dengan jabatan presiden yang mengangkatnya. Ini letak komplikasi legalitasnya,” kata Hakim Konstitusi Achmad Sodiki.

Selain itu, Penjelasan Pasal 10 tidak sinkron dengan Pasal 9 ayat (1) UU Kementerian Negara. Menurut pasal itu susunan organisasi kementerian terdiri dari unsur pemimpin yaitu menteri; pembantu pemimpin yaitu sekretaris jenderal; pelaksana tugas pokok yaitu direktorat jenderal; pengawas yaitu inspektorat jenderal.

“Timbulnya kekacauan implementasi/masalah legalitas dalam hukum kepegawaian dan birokrasi pemerintah itu terjadi karena bersumber dari Penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara yang menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil dan telah membelenggu kewenangan eksklusif presiden dalam mengangkat dan memberhentikan wamen,” kata Sodiki.

Karena itu, keberadaan jabatan wamen yang ada saat ini perlu segera disesuaikan kembali sebagai kewenangan eksklusif presiden menurut putusan Mahkamah ini. “Oleh sebab itu, semua Keppres pengangkatan wamen perlu diperbarui agar menjadi produk yang sesuai dengan kewenangan eksklusif presiden agar tidak mengandung ketidakpastian hukum.”

Pemohon yang juga Ketua Umum Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pusat (GN-PK) Adi Warman menyambut baik putusan MK ini. “Saya menyampaikan alhamdulillah, kita sudah bisa meluruskan sesuatu yang keliru. Sejak putusan MK ini, negara kita tidak memiliki wakil menteri,” kata Adi.

Ia menegaskan sejak putusan ini dibacakan negara tidak memiliki wamen hingga presiden merevisi semua Keppres wamen dan dilantik yang baru. “Orangnya terserah presiden karena itu hak prerogative presidan. Bisa saja orangnya yang itu-itu juga atau bisa diganti, tetapi Kepresnya harus diperbaiki. Saya berharap presiden segera membuat Kepress yang baru agar legalitas semua wamen bisa terpenuhi,” harapnya.

Untuk diketahui, Permohonan ini diajukan Ketua Umum dan Sekjen GN-PK yang menguji pasal 10 UU Kementerian Negara yang mengatur jabatan wakil menteri pada kementerian tertentu. Pasal itu dinilai GN-PK bertentangan dengan Pasal 17 UUD 1945.

Menurut pemohon, Pasal 17 UUD 1945 tidak mengenal istilah atau jabatan wakil menteri, sehingga pengangkatan wakil menteri oleh presiden yang bersandarkan pasal 10 UU Kementerian Negara dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II bertentangan dengan konstitusi.

Selain itu, jabatan wakil menteri tidak dikenal dalam susunan organisasi kementerian sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
Share this article :

0 komentar:

.

.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PROPUBLIK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger