Pengalaman Bencana Jangan Hanya Dilewatkan

Rabu,30 September lalu, tak ada firasat bakal terjadi bencana besar di republik ini. Musibah gempa bumi di Tasikmalaya, Sukabumi, dan Garut masih belum juga beres pengurusannya. Masih banyak warga yang masih belum kembali ke rumahnya.

Namun, ternyata Tuhan berkehendak lain. Sekitar pukul 17.15 WIB, Kota Padang dan Pariaman, Sumatera Barat diguncang gempa bumi lebih dahsyat, 7,6 skala richter.

Kerusakannya ternyata lebih mengerikan dibanding gempa Tasikmalaya dan sekitarnya. Di televisi rumah, hotel, rumah sakit, ruko, maupun pasar dan bangunan lainnya hancur. Gedung-gedung pemerintahan di Kota Padang pun demikian. Gedung itu roboh, dan menggubur penghuni di dalamnya.

Meski sempat ada peringatan bakal terjadi tsunami, tapi Alhamdulillah potensi itu nihil dan akhirnya diumumkan gempa itu tidak berpotensi tsunami oleh BMKG.

Meski demikian, ratusan bahkan ribuan orang yang kala itu tengah beraktivitas di gedung maupun beristirahat di rumah terperangkap oleh reruntuhan bangunan.

Indonesia kembali menangis. Bencana silih berganti datang, tapi kita ternyata belum pandai untuk membaca pengalaman. Seolah setelah bencana alam teratasi semua pihak mulai melupakan kepedihan itu.

Pemerintah dan pihak pemangku kebijakan pun demikian. Meski mereka menciptakan sistem peringatan dini bencana semisal tsunami, tapi ternyata sistem itu hanya dipergunakan pas diluncurkan saja. Padahal, tak sedikit dana yang dihabiskan.

Semua pantas bertanya, mengapa bangsa ini tidak bisa membaca pengalaman. Ataukah karena kita sudah lama dininabobokan dengan suasana yang gemah ripah loh jinawi, seperti cerita-cerita nenek moyang kita.

Entahlah. Mungkin mulai dari diri ini kita perlu berinstrospeksi dan kemudian senantiasa menjadikan pengalaman sebagai guru paling berharga. Bila pemangku kebijakan tidak melaksanakan kewajibannya, kita bisa waspada dari pengalaman yang telah kita lalui. Semoga.