
Sebagian orang mungkin belum bisa membayangkan aktivitas apa yang akan dilakoninya ketika pensiun nanti. Malah, sepanjang usia produktifnya mereka terus bergumul dengan waktu demi mempertahankan hidup diri dan keluarganya.
Mereka yang hidupnya berkesusahan tentu belum –atau malah tidak—bisa membayangkan bagaimana hidupnya kelak. Bayangkan saja kehidupan para pemulung, tukang becak, pengemis, maupun tenaga kasar lain yang bekerja hanya demi mempertahankan hidup diri dan keluarganya.
Harapan mungkin ada, terutama pada anak cucunya kelak, jangan sampai mereka melanjutkan pekerjaan. Tapi, sebagian besar rakyat yang kini sedang disanjung-sanjung oleh calon presiden dan wakil presiden 2009-2014 ini bisa jadi tidak akan membayangkan bagaimana hidupnya kelak bila tidak kuat lagi bekerja karena dimakan usia.
Kenyataan ini tentu harus menjadi pemikiran bersama. Betapa masih banyak masyarakat Indonesia masih banyak yang harus disejahterakan. Keadaan itu hampir merata di penjuru negeri. Di kota besar seperti Jakarta, pemandangan orang tua yang masih mengemis di seputar lampu merah atau malah menjadi buruh gendong di pasar-pasar tradisional atau malah ada yang menjadi kuli panggul di pelabuhan masih bisa ditemui dengan mudah.
Sementara itu, sebagian para lansia lain ada diantara mereka yang menghabiskan masa tuanya di Panti Wreda. Gaya hidup di kota menjadikan anak ataupun keluarga mereka kurang bisa mengasuh atau menemani kesehariannya. Bisa jadi ada pertimbangan kepraktisan dan tidak mau ribet atau agar para lansia itu bisa nyambung berkomunikasi dengan sesama lansia ketimbang bersama anggota keluarga.
Ada lagi kenyataan dari sebagian lansia yang di masa tuanya harus bergelut dengan penyakit. Mereka menghabiskan hari-harinya dengan bantuan obat maupun alat bantu kesehatan lainnya.
Fenomena penduduk usia lanjut di Indonesia ini tentu harus dicermati dengan bijak. Apalagi pemerintah berusaha terus untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan warganya.
Salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan kesehatan yang dilakukan adalah semakin menurunnya tingkat kematian ibu dan anak serta semakin bertambahnya usia harapan hidup. Untuk bertambahnya usia harapan hidup, di sini bisa diartikan jumlah lansia akan semakin bertambah pula.
Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah mengutarakan, PBB telah melakukan proyeksi penduduk dunia, di mana dalam kurun waktu 2005 hingga 2025 jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di dunia akan meningkat 77,37 persen. Jumlah ini lebih cepat bila dibandingkan peningkatan usia produksi yang hanya 20,95 persen. Berdasarkan proyeksi itu, Indonesia termasuk negara yang menyumbangkan pertumbuhan lansia tertinggi.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan catatan BPS, jumlah lansia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 1970, jumlah lansia tercatat 5,3 juta jiwa (4,48%), tahun 1990 berkembang menjadi 12,7 juta jiwa (6,29%), tahun 2000 tambah lagi menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%), dan pada tahun 2020 diproyeksikan bakal mencapai 28,8 juta jiwa (11,34%).
Sementara untuk penyebarannya di Indonesia, ada tujuh propinsi yang memiliki jumlah lansia terbesar. Propinsi itu adalah Daerah Istimewa Yogyakarta 12,48%, Jawa Timur 9,36%, Jawa Tengah 9,25%, Bali 8,77%, dan Jawa Barat 7,09%.
Dengan komposisi penduduk lansia yang lebih dari 7%, Indonesia termasuk negara yang berstruktur penduduk tua. Berdasarkan PBB, apabila suatu negara yang penduduk usia lanjutnya lebih dari 7% maka negara itu berstruktur penduduk tua.
Negara-negara lain yang memiliki jumlah lansia yang besar antara lain Jepang, Korea Selatan, Hongkong, dan Singapura. Di negara-negara itu penduduk lansia dipertimbangkan benar dan termasuk salah satu persoalan yang harus dicarikan penyelesaiannya.
Perhatian Pemerintah
Perkembangan penduduk lansia yang semakin meningkat tentunya sudah diperhatikan pemerintah sejak lama. Di masa orde lama, pemerintah sudah membuat suatu payung hukum untuk memberikan kesejahteraan pada para lansia itu. Aturan hukum itu adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Pada Orang Jompo.
Melalui payung hukum tersebut pemerintah ingin menegaskan bahwa para lansia itu diperhatikan kehidupannya oleh negara. Negara akan membantu kehidupan mereka, agar di masa tuanya tidak terlunta-lunta.
Kemudian, aturan hukum tersebut disempurkan menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dan kemudian dijabarkan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia serta Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia.
Pembentukan Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia) itu sebagai langkah nyata perhatian pemerintah terhadap para lansia. Ketentuan mengenai perhatian pemerintah itu jelas terlihat pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008, yakni “Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bertujuan untuk memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya kemandirian dan kesejahteraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsa Indonesia serta mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa salah satunya adalah memberikan perlindungan terhadap lanjut usia untuk mendapatkan haknya...”.
Hak para lansia tersebut antara lain hak kemandirian, hak berpartisipasi/keikutsertaan, hak perawatan, hak kepuasan diri, dan hak harga diri. Pada usia lanjut tentu mereka tidak menginginkan dalam keseharian mereka tergantung pada pihak lain. Mereka ingin mandiri.
Bagi para lansia yang sewaktu usia produktif mereka aktif di berbagai kegiatan atau bahkan jabatan tertentu, tapi ketika sudah purna tugas mereka menjadi butuh pengakuan diri. Tidak hanya itu, kehadirannya seyogianya dimaknai sebagai salah satu bagian dari masyarakat. Artinya lansia juga diikutsertakan dan merekapun berpartisipasi aktif dalam masyarakat.
Lansia juga memiliki hak untuk dirawat oleh negara. Hal ini merupakan bentuk perlindungan kualitas diri. Oleh karenanya, di setiap kabupaten/kota ada pantai wreda yang menampung dan merawat para lansia. Selain dari pemerintah daerah juga ada yang dari swasta. Untuk dari pemerintah mereka tidak dikenai biaya alias gratis, sedangkan yang swasta mereka juga berprinsip tidak mengambil keuntungan.
Jangan Sampai Terlantar
Pada peringatan Hari Lansia Nasional 29 Mei 2009 lalu di mana temanya adalah “Sehat, Produktif, dan Sejahtera Syarat Pembangunan Sosial Berkelanjutan”, pemerintah berusaha menjadikan momentum itu sebagai usaha untuk meningkatkan kepedulian terhadap sekitar 1.565.879 orang lanjut usia yang masih dalam kondisi terlantar.
Menurut Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Yanrehsos), Dr.Makmur Sunusi, kondisi itu sangat memprihatinkan. Pasalnya para lanjut usia itu tidak lagi mendapat perhatian dari para orang terdekatnya seperti anak maupun saudaranya. Untuk itu, lanjut Makmur, tidak berlebihan bila pemerintah memberikan atensi besar pada masalah yang kini dialami sebagian orang lansia di Indonesia.
Lebih lanjut diutarakan Makmur, sejak beberapa tahun lalu pemerinah sudah memberikan perhatian khusus terhadap para lansia dengan memberikan santunan Rp300 ribu per orang tiap bulan. Ia juga mengatakan, bila persoalan lansia terlantar itu tidak segera diatasi maka bisa dipastikan pada 2020 mendatang akan terjadi peningkatan jumlah lansia terlantar yang mencapai 28,8 juta orang.
Oleh karenanya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial bisa lebih optimal dilaksanakan. Salah satu persoalan seperti permasalahan lansia terlantar dapat segera dieliminir. Masih menurut Makmur, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial telah memberikan perlindungan sosial dan aksesibilitasi pada lansia di 28 propinsi, 138 kabupaten/kota, 286 kecamatan, dan 864 desa/kelurahan di seluruh Indonesia.
Adapaun Jaminan Sosial Lanjut Usia (JSLU) yang memberikan santunan Rp300 ribu per orang lansia per bulan telah dilaksanakan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Banten, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Meski belum menjangkau keseluruhan, yakni baru 3.500 lansia, tapi pemerintah sudah berkomitmen untuk terus memperhatikan mereka. Pada tahun 2009 ini direncanakan JSLU bisa mencapai 10.000 lansia. (KP)
0 komentar:
Post a Comment