Random Post

.
Home » » Ada Skenario Besar di Balik Kasus Nasrudin?

Ada Skenario Besar di Balik Kasus Nasrudin?

Written By REDAKTUR on 07 May 2009 | 11:11 PM


Awal Mei ini ada suatu informasi yang begitu menghebohkan. Bila sebelumnya media massa tanah air dihiasi oleh berita seputar hasil pemilihan umum (Pemilu) legislatif 2009 maupun manuver sejumlah tokoh menjelang pemilihan presiden (Pilpres), namun nama Antasari Azhar (AA) disebut-sebut terkait dalam pembunuhan direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.

Sontak, perhatian media massa termasuk infotainment beralih ke sana. AA selama ini dikenal sebagai sosok yang tegas dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski ada sejumlah kalangan yang menilai lembaga tersebut sejatinya masih bisa berbuat lebih dari apa yang dilakukan selama ini, tapi pencapaiannya sudah bisa dianggap lumayan baik.

KPK sejatinya bisa lebih tegas dalam kasus Agus Chondro ataupun skandal BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang merugikan negara triliunan rupiah. Kasus Urip Tri Gunawan dan Artalyta seharusnya bisa menjadi pemicu pengungkapan skandal BLBI yang melibatkan beberapa oknum aparat penegak hukum di negeri ini.

Kepemimpinan AA di satu sisi bisa lebih tegas lagi dibandingkan yang selama ini dilakukannya. Tidak hanya pada oknum di Kejaksaan Agung, tapi juga di lembaga lainnya. KPK juga diharapkan oleh berbagai pihak jangan hanya menyentuh level korupsi pejabat daerah, tapi lebih dari itu.

Harapan ini tentunya bertumpu pada seluruh jajaran pimpinan KPK, tidak hanya AA. Pasalnya, sejak proses pencalonan dan seleksi AA ada beberapa pihak yang sudah bersuara sumbang atau bisa dikatakan pesimis terhadapnya. Tapi toh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) malah memilih AA di posisi pertama.

Keraguan pihak tersebut maupun rakyat berhasil ditepis ketika begitu banyak anggota DPR yang berhasil diperkarakan oleh KPK hingga akhirnya dinyatakan bersalah karena korupsi. Kondisi ini tentu menjadi credit point tersendiri bagi KPK, dan tentunya juga AA.

Tidaklah heran bila dikaitkannya AA pada pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen ini juga dianggap sebagai skenario besar untuk pembusukan lembaga penegak hukum khusus korupsi. Sebelumnya, alur berpikir publik tertuju pada upaya penghancuran secara sistematis lembaga pengadil koruptor yakni Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor). Apalagi ketika DPR yang berlarut-larut membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tipikor.

Isu ini begitu mengemuka setelah beberapa pihak, terutama yang pernah terkait dengan perkara korupsi mengajukan judicial review Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maupun Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).

Berbagai langkah tersebut akhirnya berujung pada pembatalan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK meski masih diberi kekuatan hukum hingga tiga tahun sejak putusan itu dibacakan pada 22 Desember 2006 silam. Putusan Mahkamah Konstitusi itu sempat mengundang perdebatan dan berbagai analisa terhadapnya, terutama dalam hal posisi Pengadilan Tipikor. Pengadilan Tipikor dinilai sedang berada di ujung tanduk.

Hingga kini, ternyata RUU Pengadilan Tipikor belum selesai dibahas. Bahkan nada pesimis merebak ketika para politikus lebih fokus pada upaya pemenangan Pemilu maupun Pilpres 2009. Disebut-sebut skenario ingin memupus Pengadilan Tipikor khususnya dan pemberantasan korupsi pada umumnya bisa dicium dari sini. Meski anggapan ini tentunya perlu pembuktian lebih lanjut.

Lantas, skenario besar lain dalam upaya untuk –minimal—menghambat laju penegakan hukum terhadap para koruptor juga tercium dalam kasus AA. Hal ini dianggap oleh beberapa pihak sebagai upaya pembusukan KPK.

Kini, tentunya kasus AA ini harus disikapi secara bijak dan tegas oleh pimpinan KPK dan juga pemerintah sekarang. KPK harus tetap membuktikan dirinya bahwa mereka tetap profesional, tegas, dan tidak tebang pilih dalam menangani berbagai kasus korupsi di negeri ini. Skenario besar itu harus dipatahkan dengan pembuktian bahwa KPK tidak tebang pilih dan tetap solid dan akuntabel dalam setiap gerak langkahnya. Di samping itu, RUU Pengadilan Tipikor juga harus segera dirampungkan oleh DPR periode 2004-2009. Semoga.
Share this article :

0 komentar:

.

.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PROPUBLIK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger