Home »
» Menyoal Putusan MK Soal Caleg Suara Terbanyak
Menyoal Putusan MK Soal Caleg Suara Terbanyak
Written By REDAKTUR on 30 December 2008 | 6:32 PM
Dinamika politik di negeri ini sepertinya begitu cepat. Dari hari ke hari perkembangannya semakin hangat saja. Apalagi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2009, semua seolah memanfaatkan berbagai momen dan jalan untuk memuluskan jalan menuju Senayan di pesta akbar rakyat lima tahunan tersebut.
Berkaitan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan calon anggota legislatif (caleg) terpilih berdasarkan suara terbanyak, dalam perkembangannya menimbulkan kekhawatiran sejumlah pihak. Disinyalir, putusan tersebut bisa memicu permasalahan baru. Masalah muncul dari kewenangan MK hingga persentase keterwakilan perempuan.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), AAGN Ari Dwipayana, menilai, keputusan MK tersebut tidak sekadar membatalkan pasal 214 Undang Undang No.10/2008, tapi juga menghasilkan produk hukum baru.
"Apakah tidak kebablasan dan melampaui kewenangannya," ujar dia di Yogyakarta, Jumat 26 Desember 2008.
Peran MK dalam konstitusi, lanjut dia, tidak sekadar negative legislation, tetapi juga positive legislation. Karena dengan putusan tersebut, MK telah merambah kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menghasilkan undang-undang dan keputusan untuk menentukan pilihan dalam penetapan caleg.
"Peran DPR dalam legislasi dapat dimentahkan oleh MK. Hasil kerja DPR dapat dibatalkan hanya oleh enam orang anggota MK," ujarnya.
Masalah lain, menurut Ary, adalah tindak lanjut atau kerangka legal bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memutuskan urutan suara terbanyak. Hal itu bisa terjadi jika terdapat dua atau tiga caleg yang memperoleh suara sama.
"Tidak ada mekanismenya, apakah harus ada perubahan UU terlebih dahulu, atau menyerahkan urusan ini pada partai untuk menentukan," kata dia.
Implikasi paling kuat dari keputusan ini, lanjut Ary, dirasakan oleh partai politik. Situasi itu dapat memunculkan persaingan internal parpol. Terutama pada parpol yang sebelumnya menggunakan mekanisme nomor urut.
Soal keterwakilan perempuan, Ary berpandangan, keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen sulit tercapai. Padahal, sebelumnya sudah ada mekanisme untuk memudahkan pencapaian keterwakilan 30 persen itu. Yaitu, dengan mewajibkan satu caleg dari tiga caleg adalah perempuan.
"Ini sulit. Satu sisi MK ingin konsisten agar tidak ada standar ganda, sisi lain representasi keterwakilan perempuan akan sulit tercapai," ujarnya.
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Post a Comment