Home »
» Menyoal Penggusuran Rumah Petani di Riau
Menyoal Penggusuran Rumah Petani di Riau
Written By REDAKTUR on 26 December 2008 | 7:05 AM
Sumber: Detik.com
Rumah-rumah petani di Desa Beringin, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Riau, dirubuhkan oleh perusahaan Sinas Mas Grup. Anggota DPR RI Komisi III asal Riau Azraini Agus mendesak Kapolri Jendral Bambang Hendarso Danuri (BHD) segera memerintahkan Kapolda Riau Brigjen Hadiatmoko untuk menghentikan tindakan itu.
Azlaini yang turun ke lokasi menyaksikan langsung alat berat milik perusahaan PT Arara Abadi, anak Sinar Mas Grup, sampai malam ini telah merubuhkan 19 rumah penduduk. Rumah penduduk yang sebagian besar hanya terbuat dari dinding papan itu, kini telah rata dengan tanah. Pihak perusahaan terus membolduzer rumah-rumah mereka tanpa ada peringatan sebelumnya kepada aparat desa setempat.
"Saya minta Kapolri untuk memerintahkan jajarannya di Riau menghentikan aksi perubuhan rumah petani. Ini perlu dihentikan segera sebelum terjadi pertumpahan darah untuk kerdua kalinya dalam sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan Sinas Mas," kata Azraini kepada detikcom, Jumat (26/12/2008).
Menurutnya, tidak ada masyarakat Beringin yang ikut campur dalam sengketa lahan antara kelompok Serikat Tani Riau (STR) dengan Sinar Mas Grup. Tapi anehnya, mereka yang tidak tahu menahu soal kasus bentrok antara STR dan aparat Kepolisian dibantu Sinar Mas Grup, justru menjadi sasaran penggusuran paksa oleh perusahaan milik Eka Cipta Wijaya itu.
"Masyarakat Beringin sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kelompok Serikat Tani Riau. Namun mereka tetap saja digusur secara paksa," kata Azlaini.
Azraini menyebut Baringin memiliki luas 25 ribu hektar, yang faktanya termasuk dalam kawasan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT Arara Abadi. SK untuk HTI itu dikeluarkan Menteri Kehutanan pada 1996 dengan luas 300 ribu hektar. Dalam SK tersebut berbunyi apabila di areal izin tersebut terdapat penduduk, maka tanahnya harus diinklap. Diinklap artinya lahan itu tidak boleh dijadikan konsesi HTI.
Tapi kenyataanya, lanjut Azlaini, pihak Sinar Mas Grup tidak mempedulikan aturan dalam SK tersebut. Mereka tetap menanam pohon akasia sampai di depan rumah penduduk.
"Sudah lama masyarakat berjuang kepada pemerintah daerah agar tanah mereka diinklap dari konsesi izin yang diberikan. Dan sampai saat ini belum ada keputusan apapun baik dari pemerintah kabupaten maupun provinsi Riau. Yang kita sayangkan mengapa polisi bertindak anarkis dengan merubuhkan rumah penduduk yang belum tentu bersalah," kata Azlaini.
Masyarakat yang rumahnya dirubuhkan itu, terang Azlaini, kini mengungsi.
Aksi Mogok Makan
Seorang anggota Serikat Tani Riau (STR) menggelar aksi mogok makan di halaman gedung DPRD Riau. Sikap ini sebagai bentuk protes terhadap polisi yang melakukan pembakaran pada 300 rumah penduduk.
Pantauan detikcom, Kamis (25/12/2008), aksi mogok makan ini dilakukan anggota STR dengan mendirikan tenda kecil di pinggir parit depan gedung DPRD Riau, Jl Sudirman, Pekanbaru. Di depan tenda tertulis, 'aksi mogok makan, memprotes tindakan polisi'.
"Saya akan mogok makan sampai tahun baru. Ini saya lakukan sebagai bentuk
protes tindakan polisi yang brutal menganiaya warga desa. Polisi telah membakar rumah penduduk dan mengintimidasi warga," kata M Hambali yang melakukan aksi mogok makan.
Aksi ini sebagai buntut bentrok yang terjadi pada 18/12/2008 lalu. Dimana
400 personel Brimob Polda Riau melakukan penggusuran terhadap warga desa Suluk Bongkal, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis Riau. Penggusuran paksa ini terkait sengketa lahan seluas 4.000 hektar antara STR dengan PT Arara Abadi anak perusahaan Sinar Mas Group.
Di lahan konsesi Hutan Tanaman Industri itu, petani mengklaim belum dilakukan ganti rugi atas tanah ulayat milik suku Sakai di Riau. Sikap warga yang terus bertahan di lokasi tanah sengketa itu, membuat gerah pihak Sinar Mas. Lantas perusahaan bubur kertas itu meminta pihak kepolisian untuk mengusir penduduk.
Atas laporan itu, Polda Riau menurunkan personil Brimob lengkap dengan senjata laras panjang. Brimob akhirnya bertindak anarkis dengan membakar rumah penduduk. Sejumlah warga pun dianiaya seperti binatang. Mereka dipukuli dengan senjata laras panjang, lantas diseret ke dalam truk milik polisi.
"Tindakan yang dilakukan Brimob Polda Riau sudah tidak manusiawi lagi. Mereka menganiaya warga hingga babak belur. Padahal yang terjadi dalam masalah ini adalah kasus agraria. Mestinya dapat diselesaikan dengan bijak tanpa ada kekerasan," kata Direktur Walhi Riau, Johny S Mundung kepada detikcom.
Karena itu, Walhi yang selama ini terus memberikan pendampingan kepada STR, telah melaporkan tindakan biadap Brimob Polda Riau itu kepada Komnas HAM.
"Kita juga sudah melaporkan kasus ini ke Kontras. Kita berharap, dalam waktu dekat ini, Komnas HAM segara turun kelapangan untuk melihat korban-korban keganasan polisi dalam menyelesaikan sengketa lahan," kata Mundung.
Namun Kabid Humas Polda Riau, AKBP Zulkifli membantah pihaknya melakukan pembakaran rumah penduduk. "Itu bukan rumah, tapi gubuk yang dibangun
warga. Lagi pula gubuk itu mereka bangun dengan kayu yang mereka tebangi dari lahan konsesi hutan tanaman akasia milik perusahaan," kata Zul.
KOMNAS HAM Selidiki
Komnas HAM menindaklanjuti kasus bentrokan yang terjadi antara petani dan polisi di Bengkalis, Riau. Tim yang dipimpin Wakil Ketua Komnas HAM M Ridha Saleh pun kini berada di lokasi melakukan investigasi.
Tiba di bandara sekitar pukul 08.30 WIB, Jumat (26/12/2008) tim Komnas HAM langsung menuju lokasi bentrok di area konsesi hutan tanaman industri PT Arara Abadi, anak Sinar Mas Grup.
"Kedatangan ini terkait sengketa lahan yang mengakibatkan kerugian besar yang terjadi pada masyarakat. Di mana dalam sengketa agraria ini pihak perusahaan meminta bantuan ke Polda Riau untuk mengusir paksa masyarakat yang menduduki areal konsesi tersebut," kata Direktur Walhi Riau Johny S Mundung.
Bentrokan terjadi pada 18 Desember 2008 dan mengakibatkan ratusan rumah dibakar serta diratakan dengan alat berat. Dalam kasus ini, 81 warga desa dijadikan tersangka dengan tuduhan mencaplok lahan perusahaan.
"Sebenarnya kasus ini masih diselesaikan di tingkat propinsi, namun mengapa Brimob harus mengobrak-abrik perkampungan dan mengusir warga," jelasnya.
Sementara Kabid Humas Polda Riau AKBP Zulkifli yang dihubungi melalui telepon menjelaskan kalau rumah yang diratakan hanyalah gubuk. Polisi juga tidak mempersoalkan pengaduan warga ke Komnas HAM.
"Ya silakan saja mengadukan ke komnas HMA. Itukan hak mereka," tandasnya
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Post a Comment