1 September ini bertepatan dengan 1 Ramadhan 1429 Hijriah. Tentu seluruh umat Islam di dunia menanti kehadiran hari itu. Ya, hari itu adalah permulaan seluruh Muslim melaksanakan ibadah puasa wajib, puasa Ramadhan.
Selama satu bulan penuh mereka mengekang berbagai hasrat manusiawi dan berserah diri pada Sang Pencipta. Bulan itu disebut bulan penuh berkah dan pengampunan.
Pada bulan ini seolah mayoritas aktivitas dihubungkan dengan ibadah. Berbagai hal-hal yang terkait dengan kemaksiatan ditutup dan berhenti beroperasi. Diskotik, pub, hingga panti pijat tidak diperbolehkan beroperasi di bulan Ramadhan. Meski agak ironi, tapi memang semacam menjadi ‘budaya’ operasi bersih-bersih itu.
Seyogianya, yang paling hakiki dari ibadah puasa Ramadhansebenarnya adalah pengendalian diri. Ya, bagaimana kita harus mengendalikan segala kenikmatan dunia untuk menggapai kenikmatan hakiki di akhirat.
Ramadhan juga bulan untuk mawas diri. Sejauh mana tingkah laku kita selama satu tahun ini. Apakah kita melakukan kebajikan ataukah kemungkaran.
Sepandai apapun kita menyembunyikan sesuatu, tentu Tuhan Maha Mengetahuinya. Kebohongan, iri, dengki, sumpah-serapah, konsiparasi jahat, atau bahkan fitnah terhadap orang lain pun Tuhan pastilah tahu. Semua begitu transparan di hadapan Tuhan.
Keterbukaan sejatinya begitu diperlukan di negeri ini. Apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak. Pengelolaan semua itu harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Semua yang berkaitan dengan rakyat, harus dikelola dengan penuh amanah.
Dewasa ini kita sudah sering dipertontonkan betapa oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan amanah rakyat itu. Mereka begitu bangganya menjerumuskan diri ke lembah nista dan mengingkari janji mereka terhadap rakyat yang memilih atau membiayai mereka lewat pajak yang dibayarkan.
Sungguh, kita –tidak hanya mereka- harus mawas diri. Apakah mereka benar-benar melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, atau hanya memandang kepercayaan sebagai formalitas belaka. Bila ini yang terjadi, tentu merupakan sebuah ironi.
Budaya hedonis dan konsumtif ditengarai merupakan biang dari perbuatan tercela itu. Mereka membiarkan nafsu dunia menyergah melingkupi setiap hela nafasnya dan menuruti keinginan itu. Meski pendapatannya tidak mencukupi, dengan segala cara mereka ingin memenuhinya. Termasuk cara-cara yang tidak halal.
Ujungya, perbuatan mengambil sesuatu yang bukan haknya dilakukannya. Padahal, dari perbuatannya tersebut berjuta rakyat negeri ini dirugikan. Mereka terpaksa hidup dalam dekapan kemiskinan, karena hak mereka ikut terampas. Anak-anak mereka terpaksa harus menderita gizi buruk atau memupuskan harapannya untuk sekolah tinggi.
Tidak hanya itu. Karena perbuatan mereka yang menghalalkan segala cara itu, lingkungan juga menjadi rusak. Hutan yang menjadi paru-paru dunia ditebang membabi-buta. Kandungan mineral yang ada di perut bumi dikeruk habis, dan tanpa mengingat semua itu adalah titipan anak cucu.
Kini, saatnya semua semua pihak mawas diri. Bagaimana mereka mau menyadari bahwa menghalalkan segala cara itu tidak diperkenankan oleh kaidah manapun, dan pastinya norma agama. Puasa mengingatkan kita akan hal ini. Tidak hanya mawas diri, tapi juga empati terhadap kehidupan.
Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan 1429 Hijriah. Semoga Amal Ibadah kita diterima Tuhan Yang Maha Kuasa.
Home »
» Mawas Diri
Mawas Diri
Written By REDAKTUR on 31 August 2008 | 9:32 PM
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Post a Comment