oleh : S. Hadysusanto
Agaknya kondisi cakram padat bajakan kian merajalela. Hal itu terkait dengan lemahnya tindakan yang dilakukan aparat kepolisian dan ketidakpastian hukum di pengadilan. Akibatnya, mulai dari pedagang hingga pembajak, seolah-olah, merasa dihalalkan perbuatannya.
Penjaja audio/video bajakan, dari pasar tradisional, yang becek dan kumuh, sampai dengan pusat perbelanjaan berpenyejuk udara, hampir tak pernah tersentuh aparat.
Para pedagang begitu leluasa menjual barang haram itu. Tidak ada istilah membeli secara sembunyi-sembunyi karena transaksi dilakukan secara bebas dan tanpa batasan.
Padahal, hampir seluruh pengelola pusat pertokoan di kota-kota besar memasang pengumuman agar pedagang cakram padat tidak menjual produk bajakan. Meski demikian, para penjaja cakram memandang enteng imbauan itu.
Bisa dibayangkan, seandainya di kawasan Jabodatabek ada sekitar 100.000 pedagang cakram padat bajakan dengan frekuensi penjualan ditaksir tak kurang 50 keping/hari setiap toko/lapak, maka angka produk yang terjual jumlahnya 5 juta keping setiap hari.
Angka penjualan yang begitu tinggi mendorong banyak pihak mencoba keberuntungan untuk menjadi pembajak. Apalagi, kemajuan teknologi saat ini begitu memanjakan keinginan tersebut, selain harga pirantinya yang memang relatif murah.
Jangan heran, sebagian besar pedagang saat ini merangkap sebagai pembajak. Dengan kata lain, mereka membajak produk bajakan. Meski secara kualitas lebih rendah dari barang ilegal yang dicopy, tetapi minat konsumen tetap tinggi.
Piranti murah
A Heng, pedagang cakram padat di Harco Mangga Dua, menuturkan peranti bajakan nonpabrik (menggunakan komputer), harganya berkisar antara Rp5 juta hingga Rp12 juta, tergantung pada berapa banyak pemakaian unit CD-RW (Compact Disc-Rewritable) di setiap kapasitas mesin pengganda.
"Harga itu bergantung pada jumlah unit kapasitas mesin penggandanya. Mulai dari empat plus satu hingga sepuluh plus satu. Artinya, satu mesin playback [CD-ROM/CD-Read Only Memory] ditambah berapa jumlah mesin copy-nya [CD-RW]," jelasnya kepada Bisnis.
A Heng menjelaskan semakin besar kapasitas mesin pengganda, maka dalam waktu relatif singkat ribuan produk audio-video ilegal akan cepat dihasilkan.
"Copy dari CD ke CD kan begitu lama, ya, sekitar empat menit. Dengan kapasitas mesin sepuluh plus satu, dalam waktu satu jam mereka bisa menghasilkan sekitar 200 copy bajakan."
Saat ini, pembajak rumahan rata-rata punya sepuluh unit mesin. Jadi, dalam satu jam, hasil penggandaan mencapai 2.000 keping cakram.
"Kalau dikalkulasi ongkos copy VCD dan CD sekitar Rp1.300/keping dan DVD Rp3.400/ keping. Sementara itu, harga jual VCD/CD ke agen sekitar Rp1.800/keping dan DVD Rp5.500," ungkap A Heng.
Keuntungan menjual film DVD illegal, lanjut dia, memang lebih tinggi dari CD dan VCD. "Akan tetapi jumlah penjualannya nggak setinggi lagu-lagu rekaman CD atau VCD karaoke."
Jika dalam sehari hasil bajakan 2000 keping CD atau VCD, dengan keuntungan Rp500 per keping, maka satu pembajak saja mampu meraup laba sekitar Rp1 juta.
"Itu pembajak rumahan. Lain lagi keuntungan kelas kakap, yang jumlah produksinya mencapai 2 juta keping per hari. Jumlah mereka, baik pembajak kelas peranti komputer maupun pabrikan, puluhan orang," jelasnya.
Andi, distributor merangkap toko komputer di bilangan Glodok, menjelaskan selama rentang waktu tiga tahun berhasil menjual lebih dari 500 ribu unit mesin pengganda.
"Kalau buatan Taiwan lebih mahal dibandingkan dengan lokal, selisihnya Rp1 juta per unit. Itu pun bergantung pada merek CD-RW dan playback [CD-ROM] yang akan dipakai," katanya kepada Bisnis.
Sebelumnya diberitakan angka pembajakan di Indonesia meningkat, dari 400 juta keping pada 2006 menjadi 500 juta keping pada 2007, dengan kerugian negara mencapai Rp2,5 triliun.
"Penyebab utama, banyak pabrik [penggandaan cakram optik] yang sudah over produksi. Kami meminta pabrik ditata kembali [perizinannya]," jelas Binsar Victor Silalahi, Koordinator Anti Pembajakan Persatuaan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI).
Pantas saja, jika melihat angka-angka tersebut, organisasi produser dan perusahaan film yang tergabung di Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) dan Asosiasi Industri Rekaman Video Indonesia (ASIREVI) menjerit karena kerugian yang diderita mencapai belasan triliun rupiah per tahun. (sinano@bisnis.co.id)
Sumber : BISNIS INDONESIA
Home »
» Mendulang Rupiah dengan Membajak Produk Bajakan
Mendulang Rupiah dengan Membajak Produk Bajakan
Written By REDAKTUR on 16 March 2008 | 9:43 PM
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Post a Comment