Hidup di dunia ini Tuhan sudah menakdirkan berpasang-pasangan. Pria-wanita, siang-malam, kaya-miskin, indah-jelek, dan lain sebagainya merupakan karunia Tuhan. Semua itu bukan berarti menjadi jurang pemisah, melainkan saling melengkapi.
Bila anda seorang pemimpin tentu harus membutuhkan bawahan. Bayangkan saja bila hal itu tidak terjadi, tentu anda tidak akan disebut pemimpin karena tidak ada yang dipimpin.
Kehidupan di dunia ini memanglah saling melengkapi. Tuhan berkehendak agar umat manusia hidup bersama-sama, bersosial, dan saling tergantung satu dengan lainnya. Petani tentu tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa mengandalkan penjahit. Begitu pula sebaliknya. Manusia juga begitu membutuhkan makluk lain seperti hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Itulah ketentuan Tuhan (sunatullah).
Bila menyadari hal itu, tentu sebagai manusia sejatinya tidak ada yang dibanggakan kecuali keimanan kita pada Tuhan. Kekayaan yang dimiliki, jabatan yang disandang, semuanya bak fatamorgana. Tak ada yang abadi.
Kita baru saja dikejutkan adanya musibah gempa bumi dahsyat pada 12 Ramadhan atau bertepatan dengan tanggal 2 September lalu. Gempa berkekuatan 7,4 skala Richter yang terjadi dekat Tasikmalaya, Sukabumi, dan Bandung, Jawa Barat itu getarannya terasa begitu hebat hingga Jakarta dan bahkan Surakarta, Jawa Tengah.
Gempa bumi di bulan suci Ramadhan itu seolah ingin mengingatkan pada bangsa ini betapa apa yang ada di dunia ini tidaklah kekal. Harta benda, jabatan, kedudukan, hingga orang-orang yang kita cintai tidak akan terus mendampingi. Bila Tuhan sudah berkehendak, maka dalam sekejap semua itu bisa terjadi.
Kondisi demikian ini bila kita peka dan mau instrospeksi, tentu bisa menimbulkan rasa empati pada kehidupan sekitar kita. Bila anda yang berkecukupan, tentu akan lebih bisa menghargai dan berempati pada mereka yang miskin.
Harta yang kita miliki ini sebagian juga ada hak kaum miskin. Oleh karenanya, dalam Islam diajarkan untuk menunaikan Zakat, Infak, dan Shadaqah (ZIS). Untuk zakat, di mana ini merupakan rukun Islam yang keempat sehingga harus ditunaikan umat Islam yang mampu.
Melalui zakat, selain menjalankan perintah agama dan mensucikan jiwa, diharapkan juga bisa mengasah rasa empati kita terhadap kaum miskin. Bila lebih dioptimalkan lagi, zakat bisa menjadi salah satu instrumen dalam penanggulangan kemiskinan.
Seperti yang disebut dalam beberapa pusat kajian ekonomi syariah, potensi zakat di republik ini bisa mencapai Rp9 triliun per tahunnya. Dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia tentu begitu berpotensi untuk mengoptimalkan peran zakat (maupun infak dan shadaqah) dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Penduduk negeri ini kini tak kurang dari 230 juta jiwa. Bila penduduk muslimnya ada sekitar 80 persen, dan dari jumlah tersebut yang 60 persennya berpotensi membayar zakat, tentu bisa dihitung berapa potensi jumlah dana zakat yang bisa dikumpulkan.
Apalagi bila program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah semisal Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) maupun lainnya bisa berhasil, tentu akan terus meningkatkan jumlah orang yang membayar zakat. Hal ini berarti jumlah zakat yang dikumpulkan pun terus mengalami peningkatan. Dan berarti pula jumlah penerima zakat juga akan bertambah. Pola ini tentu terus akan meluas seiring dengan perbaikan kualitas hidup bangsa ini.
Pemanfaatan zakat selama ini selain untuk membantu masyarakat miskin secara langsung juga untuk pendidikan, fasilitas kesehatan, maupun lainnya. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan kesadaran berzakat dan optimalisasi perannya harus benar-benar dilakukan.
Home »
» Potensi Zakat Harus Terus Digali
Potensi Zakat Harus Terus Digali
Written By REDAKTUR on 02 September 2009 | 9:34 PM
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Post a Comment