Terpilihnya Prof.Dr. Mahfud M.D. dan Akil Mochtar dalam fit and proper test Komisi III DPR RI sepertinya bukan mengejutkan lagi. Pasalnya, beberapa waktu setelah nama mereka tercatat dalam daftar calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan di uji Komisi III, masyarakat sudah bisa memastikan mereka akan dipilih oleh konco-konconya.
Tentu, bila kedua rekan mereka tersebut masuk ke MK, bisa jadi keduanya bisa meredam 'kebiasaan' MK untuk mengacak-acak undang-undang yang dibuat oleh DPR. Tentu kita masih ingat bagaimana MK memutuskan Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tidak lagi berlaku karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Kekhawatiran itulah beberapa hari ini menggelayuti benak kita. Jangan-jangan MK sebagai pengawal konstitusi akan satu per satu giginya dicabut oleh orang-orang dari dalam.
Namun, Ketua MK Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie meminta agar masyarakat tidak perlu khawatir masuknya orang parpol M Mahfud MD (PKB) dan Akil Mukhtar (PG) menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) karena masih ada hakim lainnya di lembaga itu.
Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengatakan hal itu dalam temu ilmiah Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Hak Konstitusional Warga Negara memperingati Dies Natalis ke-32 Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (15/3).
"Dengan adanya itu (orang parpol) kita berusaha apa yang dikawatirkan tidak terjadi. Tetapi kalau tidak ada kekhawatiran malah yang ditakutkan orang itu akan terjadi," katanya.
Dengan adanya kritik tersebut, Mahfud Md dan Akil Mukhtar akan segera mundur dan membuktikan dirinya tidak terpengaruh dengan latar belakangnya walaupun hal itu sulit.
Setiap orang punya latar belakang dan itu tidak apa-apa. Hakim MK sembilan orang, masing-masing punya pendirian, sama pintarnya, sama berpengalamannya, dan pasti tidak mau tunduk satu sama lain kecuali tunduk pada kebenaran konstitusi, kata Jimly.
"Biar saja itu nanti sehat, sembilan hakim itu menjadi sembilan pilar kebenaran konstitusi. Jadi saya menyambut hangat kehadiran dua rekan saya yang baru ini, mudah-mudahan itu memperkuat MK dan masyarakat tidak usah terlalu khawatir, karena sembilan hakim MK itu masing-masing
independen, termasuk hakim yang dipilih Presiden nanti diharapkan tidak tunduk pada Presiden meskipun dipilih oleh Presiden. Itu hanya latar belakang saja dan itu hanya metode perekrutan," katanya.
Mereka begitu sudah menjadi hakim, mesti independen tidak boleh dipengaruhi Presiden. Kalau ada perkara pemakzulan (impeachment) terhadap Presiden, katanya, tidak perlu ditakutkan seolah-olah dia akan membela Presiden.
Kalau pun benar dia membela presiden, katanya, masih ada enam orang yang tidak dipilih oleh Presiden, demikian juga dengan tiga orang yang dipilih oleh DPR. Seandainya DPR melalui orang yang dipilihnya menyalurkan pesan-pesan politik dari kepentingan DPR masih ada enam orang yang bukan dipilih oleh DPR.
"Misalkan ada sengketa antara DPR-DPD bisa saja orang berpikir, ini tiga orang yang dipilih DPR pasti membela DPR. Masih ada enam orang yang bukan dipilih DPR. Begitu. Itulah gunanya sembilan hakim MK itu dipilih dari tiga cabang kekuasaan, eksekutif, yudikatif, dan legislatif, masing-masing punya tiga saham untuk menjamin lembaga MK ini ada di
tengah-tengah, netral dalam mekanisme hubungan antarcabang kekuasaan," katanya.
"Jadi sekali lagi tidak perlu orang terlalu khawatir terhadap Pak Mahfud dan Akil, walaupun memang ini bagus juga sebagai pelajaran," katanya.
"Saya senang punya dua teman baru ini, yang akan memperkaya MK. Tentu harapan-harapan dari masyarakat itu jadi catatan sendiri, terutama Pak Mahfud dan Pak Akil, sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) dia harus mundur dari partai mulai sejak dia dilantik, mengucapkan sumpah itu menruut ketentuan UU," katanya.
Ia mengatakan, begitu dia bersumpah dia sudah harus berubah, bukan lagi politikus tapi menjadi negarawan, tidak boleh hanya terjebak dalam kepentingan golongannya masing-masing. "Itu makna kenegarawanan di situ," katanya.
"Satu-satunya jabatan yang disebut oleh konsititusi itu negarawan itu hanya hakim MK. Presiden saja tidak disebut negarawan, tapi politikus. Tapi sembilan hakim konsitutis itu disebut eksplisit dalam UUD sebagai negarawan," katanya.
Home »
» Awas, MK Disusupi Orang Partai?
Awas, MK Disusupi Orang Partai?
Written By REDAKTUR on 16 March 2008 | 9:07 PM
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Post a Comment