Random Post

.
Home » » Andai Presiden Naik Motor

Andai Presiden Naik Motor

Written By REDAKTUR on 11 March 2008 | 7:47 PM

Andaikan Presiden SBY tiap hari naik motor, dan melawati jalan arteri bukan lewat tol. Dari Cikeas bila melewati jalanan Cibubur, Presiden diharuskan nyelap-nyelip diantara mobil pribadi dan angkutan umum. Eit...Pak Presiden pun kudu gesit melewati lubang-lubang besar dan dalam di sepanjang jalan itu.

Selepas Cibubur, ketika memasuki Jalan Raya Bogor, Pak Presiden harus beradu cepat dengan bus antar kota-antar propinsi maupun truk kontainer. Begitu pula dengan kondisi jalan yang juga berlubang dan bergelombang.

Brum...Asap hitam pekat mengepul keluar dari bus kota. Saking pekatnya, bisa-bisa lubang menganga di depan mata tak terlihat. Pak Presiden pun kudu ekstra hati-hati di jalan besar penghubung Jakarta-Bogor ini.

Ketika melewati daerah Kramat Jati, sempitnya jalan mengharuskan Pak Presiden tak bisa melaju kencang. Apalagi parkiran mobil-mobil pribadi atau truk pengankut sayuran berjajar di pinggir jalan. Belum lagi jalur khusus Bus TransJakarta yang angkuh membuat sesak jalan mulai Pasar Rebo, Kramat Jati, hingga Cililitan.

Setelah Cililitan, apabila Pak Presiden melalui Jalan Dewi Sartika, kondisinya tak jauh beda. Angkutan umum, baik bus kota maupun mikrolet ngetem di seberang pusat grosir. Memacetkan. Belum lagi pertigaan Dewi Sartika yang menuju Kalibata yang tak kalah ruwetnya.

Selepas itu, Pak Presiden juga harus mengelak gesit buat menghidari lubang yang meski tak begitu luas, tapi dalam dan banyak jumlahnya. Kondisi ini hampir merata di sepanjang jalan Otto Iskandar Dinata, Jatinegara Barat, Matraman Raya, Salemba Raya, hingga Senen.

Baru setelah melewati Tugu Tani dan menyusuri Jalan Medan Merdeka Timur, lubang sudah tak kelihatan, meski hanya ditambal yang aspalnya nyembul dan terlihat cembung. Tapi, masih saja kelihatan bergelombang bak naik kuda menuju istana.

Andai tak hanya Pak Presiden yang naik motor, tapi semua pejabat pemerintah dan negara maupun petinggi DKI Jakarta, mereka tentu ngomel dan dongkol menyaksikan keadaan infrastruktur ibu kota negeri ini.

Bisa jadi mereka berpikir, kemana pajak yang selama ini dibayarkan rakyatku? Bukankah kata iklan "Pajak buat Pembangunan". Dan mayoritas rakyat negeri ini taat pajak?....

Dim...pim...suara klakson memekik keras. Ternyata saya hanya melamun. Saking lelahnya perjalanan menuju kantor, lamunan pun sampai ke mana-mana. Sambil tersenyum kecut dan minta maaf pada pengguna jalan lain, saya pun melaju melanjutkan perjalanan.
Share this article :

0 komentar:

.

.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PROPUBLIK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger